DPR RI Menggali Potensi Sawah Pokok Murah Sumatera Barat sebagai Solusi Ketahanan Pangan Nasional

Komisi IV DPR RI menunjukkan ketertarikannya pada program sawah pokok murah yang tengah dikembangkan di Sumatera Barat. Program ini dinilai memiliki potensi signifikan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional dengan biaya yang efisien dan menguntungkan para petani.

Kunjungan lapangan ke Jorong Ampang Gadang, Kabupaten Agam, menjadi bukti keseriusan Komisi IV DPR RI dalam meninjau langsung efektivitas program ini. Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, menyampaikan kekagumannya terhadap potensi sawah pokok murah. Ia menyoroti biaya produksi yang sangat rendah, berkat pemanfaatan jerami sebagai pengganti pupuk kimia dan pengurangan kebutuhan tenaga kerja.

"Program sawah pokok murah ini sangat potensial. Biaya produksinya sangat rendah karena pascapanen, sawah tidak perlu dibajak, tidak membutuhkan pupuk kimia karena telah digantikan oleh jerami bahkan pemeliharaannya tidak perlu banyak tenaga," ujar Siti Hediati Soeharto.

Keunggulan lain dari sawah pokok murah adalah hasil panen yang setara, bahkan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sawah konvensional yang menggunakan pupuk kimia. Hal ini mendorong Komisi IV DPR RI untuk mendorong UPT Kementerian Pertanian di Sumatera Barat agar mempercepat riset ilmiah dan sertifikasi sawah pokok murah. Tujuannya adalah agar program ini dapat diadopsi sebagai program nasional, dengan Sumatera Barat sebagai percontohan sebelum direplikasi di daerah lain.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, yang sejak awal mendukung program ini, mengungkapkan keyakinannya bahwa sawah pokok murah dapat mendukung program ketahanan pangan nasional yang menjadi fokus pemerintahan saat ini.

"Saya kira tidak ada yang akan menolak program ini karena memang sangat menguntungkan petani, mendukung ketahanan pangan dan ekonomi hijau karena sangat ramah lingkungan," kata Alex Indra Lukman.

Dukungan terhadap program ini juga datang dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, menyatakan komitmennya untuk mendukung pengembangan sawah pokok murah sebagai inovasi di sektor pertanian. Ia telah meminta akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat untuk melakukan penelitian ilmiah yang mendalam agar program ini dapat diangkat ke tingkat nasional.

Inisiator sawah pokok murah, Ir. Joni, menjelaskan bahwa inovasi ini bermula dari keprihatinannya terhadap praktik pembakaran jerami oleh petani setelah panen, yang menyebabkan masalah lingkungan. Melalui serangkaian percobaan sejak tahun 2020, ia menemukan bahwa jerami dapat menjadi alternatif pengganti pupuk kimia dan meningkatkan ketahanan lahan terhadap kekeringan.

"Lahan sawah menggunakan pupuk, akan retak dan rengkah saat kekeringan. Tapi sawah pokok murah yang menggunakan jerami, tetap dalam kondisi baik," jelasnya.

Teknik yang diterapkan dalam sawah pokok murah meliputi:

  • Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT): Jerami sisa panen tidak dibakar, melainkan dikumpulkan dan digunakan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban dan kesuburan tanah.
  • Pembuatan Parit: Parit selebar mata cangkul dibuat dengan jarak antar parit sekitar 125 cm untuk mengatur tata air.
  • Seleksi Bibit: Bibit padi diseleksi menggunakan metode air garam dan telur untuk memastikan kualitas bibit yang baik.
  • Penanaman Bibit: Bibit ditanam pada usia 12-14 hari setelah semai.
  • Pengelolaan Air: Air dalam sawah diatur agar tidak tergenang, demi mencegah reaksi racun pada tanaman.