Danantara Targetkan Ekspansi Global Setelah Mengelola Ratusan BUMN
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) tengah menyusun strategi komprehensif untuk memperkuat perekonomian Indonesia melalui pengelolaan aset negara yang optimal. Fokus utama adalah meningkatkan nilai dividen dari perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah naungannya, serta menginvestasikan kembali dana tersebut baik di dalam maupun luar negeri.
Pandu Patra Sjahrir, Chief Investment Officer Danantara, mengungkapkan bahwa saat ini lembaga tersebut mengelola operasional dari 889 perusahaan BUMN. Langkah ini merupakan bagian dari upaya korporatisasi untuk menghasilkan dividen yang kemudian akan dialokasikan ke dalam investment holding. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara.
Dalam forum bisnis yang diselenggarakan oleh President Club, Pandu menekankan komitmen Danantara untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan sistem meritokrasi. Hal ini berarti bahwa talenta-talenta terbaik akan ditempatkan di posisi-posisi strategis di BUMN-BUMN besar seperti Pertamina dan Telkom, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan.
Menyadari bahwa Danantara masih tergolong baru jika dibandingkan dengan lembaga investasi sejenis seperti Temasek Singapura, yang telah beroperasi selama puluhan tahun, Pandu mengakui bahwa tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, Danantara berencana untuk merekrut talenta-talenta global melalui headhunter guna mewujudkan visi Presiden Prabowo untuk menciptakan dampak positif dan warisan jangka panjang bagi Indonesia.
U. Saefudin Noer, seorang pengamat ekonomi, menyambut baik langkah Danantara dalam membangun sovereign wealth fund (SWF) berstandar global. Ia menilai bahwa hal ini merupakan sinyal positif yang dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Model bisnis yang diterapkan, proses rekrutmen talenta yang transparan, serta keterbukaan terhadap masukan dari berbagai pihak menunjukkan komitmen yang kuat dari Danantara.
Saefudin juga menjelaskan bahwa model SWF dapat bervariasi antar negara. Arab Saudi, misalnya, menggunakan model terpusat, sementara Singapura memilih sistem terdistribusi melalui Temasek Holdings, GIC, dan Monetary Authority of Singapore (MAS). Perbedaan ini menunjukkan bahwa tidak ada satu model yang paling ideal, dan Danantara perlu menyesuaikan strategi dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia.
President Club, sebagai wadah bagi para pengusaha, akademisi, dan pejabat pemerintahan, terus memberikan dukungan bagi upaya pembangunan ekonomi nasional. Melalui diskusi-diskusi bulanan dan kegiatan networking lainnya, klub ini berupaya untuk memperluas jejaring investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.