Gabus Pucung: Warisan Kuliner Betawi yang Terancam Punah

Jakarta, sebagai pusat budaya dan sejarah, memiliki kekayaan kuliner yang tak ternilai harganya. Di antara beragam hidangan khas Betawi, terdapat satu yang istimewa namun kini semakin langka: gabus pucung. Menjelang peringatan HUT Kota Jakarta, mari kita menelusuri kembali hidangan yang dulunya menjadi kebanggaan masyarakat Betawi ini.

Gabus pucung adalah hidangan yang unik karena menggunakan ikan gabus sebagai bahan utama dan kuah hitam yang kaya rempah, yang disebut 'pucung' atau keluak. Dahulu, hidangan ini sangat populer karena ikan gabus mudah ditemukan di rawa-rawa sekitar Jakarta dan menjadi sumber protein yang terjangkau bagi masyarakat.

Namun, seiring berjalannya waktu, gabus pucung semakin sulit ditemukan. Beberapa faktor menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah semakin sulitnya mencari ikan gabus sebagai bahan utama. Ketersediaan ikan gabus yang berkualitas sangat penting untuk menghasilkan hidangan yang lezat.

Selain itu, kurangnya regenerasi dalam pelestarian resep asli masakan Betawi juga menjadi faktor penting. Generasi muda semakin kurang tertarik untuk mempelajari dan melestarikan cara memasak gabus pucung yang benar. Akibatnya, pengetahuan tentang hidangan ini semakin memudar.

Cara Penyajian Gabus Pucung

Proses pembuatan gabus pucung juga memengaruhi kelestariannya. Tidak seperti hidangan lain yang bisa langsung dimasak, gabus pucung membutuhkan persiapan khusus. Ikan gabus tidak bisa langsung direbus dalam kuah pucung karena teksturnya yang mudah hancur. Ada dua cara penyajian gabus pucung yang umum:

  • Digoreng kering: Ikan gabus digoreng hingga kering sebelum dimasukkan ke dalam kuah pucung.
  • Dioven kering: Ikan gabus dioven hingga kering sebelum dimasukkan ke dalam kuah pucung.

Dibandingkan dengan hidangan Betawi lain yang lebih populer seperti kerak telor, gabus pucung bisa dikatakan sebagai hidangan yang langka. Padahal, sebagai masyarakat lokal, kita memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan kekayaan budaya kuliner kita. Jika tidak, bukan tidak mungkin gabus pucung akan benar-benar hilang ditelan waktu. Melestarikan gabus pucung bukan hanya tentang menjaga cita rasa, tetapi juga tentang menjaga identitas dan warisan budaya Betawi untuk generasi mendatang.