Indonesia Jajaki Kemitraan Ekonomi Strategis dengan Rusia di Tengah Gejolak Global
Indonesia dan Rusia Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global
Kunjungan kenegaraan Prabowo Subianto ke Rusia membuka lembaran baru dalam hubungan bilateral kedua negara, terutama di bidang ekonomi. Pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin menjadi agenda utama kunjungan ini, yang juga bertepatan dengan partisipasi Prabowo dalam St. Petersburg International Economic Forum 2025 sebagai tamu kehormatan.
Momen ini mempertegas komitmen bersama untuk mempererat kemitraan strategis, seiring dengan perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia. Kedua pemimpin menyepakati "Deklarasi Kemitraan Strategis antara Rusia dan Indonesia," yang menandai babak baru dalam hubungan bilateral yang lebih luas dan beragam. Kerja sama ini mencakup berbagai sektor, mulai dari pendidikan dan ekonomi digital hingga investasi, transportasi, dan penguatan hubungan antar lembaga strategis.
Di tengah dinamika geopolitik yang kompleks, di mana Rusia menghadapi sanksi ekonomi akibat konflik Ukraina dan ketegangan dengan Amerika Serikat, kunjungan Prabowo ini mengirimkan sinyal kuat bahwa Indonesia berupaya membangun jalur kerja sama ekonomi yang lebih beragam dan mandiri dari tekanan kekuatan global. Terlebih lagi, dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS, yang didukung oleh Rusia, potensi kerja sama semakin terbuka lebar.
Fokus Kerja Sama Ekonomi
Kunjungan ini menyoroti beberapa aspek penting dalam kerja sama ekonomi:
- Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) dengan EAEU: Perundingan substansial terkait FTA antara Indonesia dan Eurasian Economic Union (EAEU), sebuah blok ekonomi yang dipimpin oleh Rusia, telah mencapai titik akhir. Blok ini juga beranggotakan Belarus, Armenia, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan. Data Kementerian Perdagangan RI menunjukkan bahwa nilai perdagangan Indonesia-EAEU pada kuartal pertama 2025 meningkat signifikan sebesar 84,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 1,57 miliar dollar AS.
- Peningkatan Perdagangan Bilateral: Perdagangan antara Indonesia dan Rusia saat ini didominasi oleh komoditas seperti minyak sawit (CPO), karet, kopi, serta mesin dan logam berat dari Rusia. Kunjungan ini membuka peluang untuk diversifikasi dan peningkatan nilai perdagangan bilateral. Indonesia berpotensi memperluas ekspor produk perikanan, kakao, dan tekstil ke Rusia, sementara Rusia dapat meningkatkan ekspor gandum, alat berat, dan pupuk mineral ke Indonesia.
- Kerja Sama Energi: Pertamina dan Rosneft sepakat untuk melanjutkan kerja sama, termasuk kelanjutan proyek kilang minyak di Tuban dengan nilai investasi lebih dari 13 miliar dollar AS. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi nasional. Rusia juga menawarkan investasi dalam proyek infrastruktur di wilayah timur Indonesia, serta mendukung pengembangan energi alternatif dan transportasi maritim.
- Penggunaan Mata Uang Lokal: Kedua negara sepakat untuk memperluas penggunaan mata uang lokal (rupiah dan rubel) dalam transaksi perdagangan bilateral. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS.
- Ketahanan Pangan: Rusia menyatakan kesiapannya untuk meningkatkan pasokan gandum langsung ke Indonesia. Sebagai salah satu produsen gandum terbesar di dunia, Rusia dapat menjadi mitra strategis untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok di Indonesia.
Peluang dan Tantangan
Dampak ekonomi dari diplomasi tingkat tinggi seperti ini membutuhkan waktu untuk terwujud. Namun, dengan strategi dan kebijakan tindak lanjut yang tepat, kunjungan ini berpotensi memberikan manfaat signifikan dalam jangka menengah dan panjang.
Kerja sama di bidang teknologi pertanian, transportasi, dan energi membuka peluang transfer teknologi. Indonesia dapat memanfaatkan ini untuk memperkuat kemampuan industri dalam negeri, terutama di sektor manufaktur strategis, bioenergi, dan pengolahan pasca-panen. Pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir skala kecil, misalnya, dapat menjadi solusi jangka panjang untuk elektrifikasi wilayah terpencil.
Kunjungan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bergantung pada kerja sama dengan negara-negara Barat atau China. Dengan menjaga hubungan baik dengan Rusia, Indonesia dapat memainkan peran sebagai penyeimbang geopolitik dan meningkatkan posisinya dalam forum multilateral seperti G20 dan BRICS+.
Namun, kerja sama dengan Rusia juga menghadirkan tantangan dan risiko yang perlu dikelola dengan hati-hati. Sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat terhadap Rusia dapat memengaruhi kerja sama ini. Indonesia perlu memastikan bahwa kerja sama ekonomi tidak memicu sanksi sekunder atau merusak hubungan dengan mitra strategis lainnya.
Ketidakpastian regulasi, sistem hukum yang kurang transparan, dan risiko politik domestik di Rusia juga menjadi hambatan potensial bagi investor Indonesia. Perlindungan hukum yang kuat diperlukan untuk memastikan kelancaran investasi.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kerja sama dengan Rusia dapat menciptakan ketergantungan baru di sektor-sektor strategis seperti energi dan pertahanan. Oleh karena itu, kerja sama perlu dirancang dengan prinsip saling menguntungkan, bukan dominasi sepihak.
Kunjungan Prabowo ke Rusia menandai langkah maju dalam diplomasi ekonomi Indonesia. Dengan menjadikan Rusia sebagai mitra strategis alternatif, Indonesia menunjukkan keberanian dalam merancang jalur independen untuk pembangunan ekonomi nasional.
Keberhasilan kerja sama ini bergantung pada implementasi konkret dan sinergi antarlembaga pemerintah. Dengan eksekusi yang serius, kunjungan ini dapat menjadi landasan bagi Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam tatanan ekonomi global yang terus berubah.