Sindikat Mafia Tanah Sasar Warga Buta Huruf di Bantul, Kerugian Korban Capai Miliaran Rupiah

Polda DIY membongkar praktik sindikat mafia tanah yang merugikan seorang warga lanjut usia (lansia) bernama Tupon Hadi Suwarno, atau akrab disapa Mbah Tupon, di Kabupaten Bantul. Ironisnya, para pelaku memanfaatkan ketidakmampuan Mbah Tupon dalam membaca dan menulis untuk melancarkan aksinya.

Kasus ini terungkap setelah serangkaian penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY. Hingga saat ini, tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Ketujuh tersangka tersebut adalah BR, TK, VW, TY, MA, IF, dan AH.

Kombes Pol Idham Mahdi, Dirreskrimum Polda DIY, menjelaskan kronologi kasus ini. Peristiwa bermula dari kepemilikan tanah seluas 2.103 meter persegi oleh Mbah Tupon di Kalurahan Ngentak, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul. Pada tahun 2022, Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi kepada SP melalui perantara BR dengan harga Rp 1 juta per meter persegi.

Selain menjual sebagian tanahnya, Mbah Tupon juga mewakafkan sebagian kecil lahannya untuk kepentingan umum, yakni sebagai gudang RT seluas 55 meter persegi dan jalan umum seluas 101 meter persegi. Proses pemecahan sertifikat pun dilakukan, menghasilkan dua sertifikat baru dengan nomor 24451 seluas 1.765 meter persegi dan nomor 24452 seluas 292 meter persegi, sementara sisanya diwakafkan.

Modus operandi sindikat ini mulai terlihat pada akhir tahun 2022 hingga awal 2023. BR meminta kedua sertifikat tersebut dengan dalih untuk keperluan balik nama dan pemecahan bidang. Namun, pada tahun 2024, TK dan TY mendatangi Mbah Tupon untuk meminta tanda tangan pada dokumen proses pemecahan bidang SHM nomor 24451. Mirisnya, Mbah Tupon dan istrinya, Amdiyah Wati, diminta untuk menandatangani dokumen tersebut tanpa dibacakan isinya. Mereka percaya begitu saja karena BR adalah mantan lurah dan mereka sudah saling mengenal.

Kejadian serupa terulang pada April 2024. Mbah Tupon diantar oleh TK untuk menemui BR dengan maksud yang sama, yaitu pemecahan bidang. Saat itu, VW meminta Mbah Tupon dan Amdiyah Wati untuk menandatangani dokumen tanpa memberikan penjelasan apapun tentang isi dokumen tersebut.

Kecurigaan Mbah Tupon muncul pada April 2025, ketika ia diberitahu oleh Sihono bahwa SHM nomor 24451 sedang dalam proses lelang di sebuah bank. Selain itu, SHM nomor 24452 ternyata telah dijadikan jaminan utang oleh VW kepada Murtijo. Merasa menjadi korban penipuan, Mbah Tupon melaporkan kasus ini ke Ditreskrimum Polda DIY pada bulan April 2025.

Setelah melakukan penyelidikan mendalam, Polda DIY meningkatkan status kasus ini menjadi penyidikan pada awal Mei. Dari tujuh tersangka yang ditetapkan, enam di antaranya telah ditahan. Sementara satu tersangka lainnya, AH, sedang dalam kondisi sakit sehingga belum dilakukan penahanan.

Barang bukti yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian antara lain sertifikat hak milik nomor 24451 atas nama IF, sertifikat hak milik nomor 24452 atas nama Tupon Hadi Suwarno, serta berbagai dokumen lain yang berkaitan dengan perkara ini. Akibat aksi sindikat mafia tanah ini, Mbah Tupon diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp 3,5 miliar.