WFA Jelang Lebaran: Imbauan Pemerintah Menuai Pro dan Kontra di Kalangan Pengusaha

WFA Jelang Lebaran: Imbauan Pemerintah Menuai Pro dan Kontra di Kalangan Pengusaha

Imbauan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait penerapan work from anywhere (WFA) bagi perusahaan swasta menjelang Lebaran 2025 telah menimbulkan perdebatan di kalangan pengusaha. Meskipun bertujuan untuk mengurangi kepadatan mobilitas masyarakat selama mudik, kebijakan ini dinilai berpotensi merugikan beberapa sektor industri, khususnya manufaktur dan jasa. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza, menekankan pentingnya memperhatikan dampak WFA terhadap pekerja industri. Beliau menyatakan bahwa penerapan WFA seharusnya tidak dijadikan alasan untuk pemotongan anggaran atau pengurangan hak pekerja, selama proses produksi tetap berjalan dan kesepakatan antara manajemen dan serikat pekerja terpenuhi. Pernyataan ini disampaikan Rabu (12/3/2024) di Kantor Kemenperin, Jakarta.

Pernyataan Wamenperin tersebut menanggapi imbauan Menaker Yassierli yang disampaikan sehari sebelumnya, Selasa (11/3/2025), di Kantor Kemenaker, Jakarta. Menaker menekankan pentingnya mempertimbangkan kelancaran operasional perusahaan dalam penerapan WFA. Namun, tanggapan dari kalangan pengusaha cukup beragam. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menyatakan bahwa mewajibkan WFA akan sangat memberatkan dunia usaha. Beliau berpendapat bahwa sektor-sektor vital seperti kesehatan, perhotelan, dan manufaktur yang proses produksinya bergantung pada kehadiran fisik pekerja, akan sangat terdampak. PHRI menilai bahwa imbauan WFA sebaiknya tidak diwajibkan, karena akan mengakibatkan kerugian dan penurunan produktivitas. Hal ini disampaikan Hariyadi pada Jumat lalu.

Senada dengan PHRI, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, juga menyoroti kesulitan penerapan WFA pada sektor jasa dan manufaktur. Beliau menyarankan pemerintah untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dengan pihak pengusaha sebelum menetapkan kebijakan yang bersifat memaksa. Apindo menekankan bahwa setiap sektor memiliki karakteristik berbeda dan penerapan WFA perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing industri, bukan kebijakan yang bersifat satu ukuran untuk semua. Dengan demikian, perlu adanya dialog dan kesepakatan bersama antara pemerintah dan pelaku usaha untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak.

Kesimpulannya, imbakan WFA menjelang Lebaran 2025 telah memicu diskusi yang intensif antara pemerintah dan dunia usaha. Meskipun niat awal positif untuk mengurangi kemacetan mudik, dampak negatif terhadap produktivitas dan kesejahteraan pekerja di beberapa sektor industri perlu dipertimbangkan secara matang. Pentingnya dialog dan koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah dan para pelaku usaha dalam merumuskan kebijakan yang berdampak luas pada perekonomian nasional sangatlah krusial.