DPR Mendukung Larangan Atribut Militeristik pada Ormas, Minta Ketegasan Sanksi
Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam melarang organisasi masyarakat (ormas) menggunakan atribut yang menyerupai seragam dan simbol-simbol yang identik dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta Kejaksaan. Sahroni menekankan pentingnya penegakan aturan ini demi menjaga ketertiban dan menghindari potensi penyalahgunaan wewenang oleh ormas.
Menurut Sahroni, penggunaan atribut yang menyerupai aparat negara oleh ormas dapat menimbulkan kesan yang keliru di mata masyarakat. Hal ini dapat membuat anggota ormas merasa memiliki kekuatan atau otoritas yang sama dengan aparat penegak hukum, sehingga berpotensi menimbulkan tindakan yang melampaui batas dan meresahkan masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa praktik ini sudah lama menjadi keluhan publik.
"Sudah lama praktik ini meresahkan masyarakat. Mereka yang bukan aparat negara, tiba-tiba hadir di ruang publik dengan seragam militeristik lengkap, memberi kesan seolah-olah mereka punya wewenang hukum. Jadinya malah seolah selevel dengan tentara dan polisi," ujar Sahroni.
Sahroni mendesak Kemendagri untuk memberikan tenggat waktu yang jelas kepada ormas-ormas yang masih menggunakan atribut serupa aparat negara untuk segera mengganti seragam atau atribut mereka. Ia menegaskan bahwa jika dalam jangka waktu yang ditentukan ormas tersebut tidak mengindahkan peringatan, maka pemerintah harus bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi, termasuk pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau status badan hukum ormas tersebut.
"UU-nya sudah ada, tinggal ditegakkan. Saya harap Kemendagri kasih batas waktu, misalnya 30 hari, untuk ormas-ormas itu mengganti corak seragam. Kalau masih belum berubah atau malah beralasan, langsung saja jatuhkan sanksi, sampai pencabutan SK. Mau itu ormas kecil atau besar, enggak ada urusan," tegasnya.
Larangan penggunaan atribut serupa aparat negara oleh ormas ini sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Undang-undang tersebut secara jelas melarang ormas menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan lembaga pemerintahan, termasuk TNI, Polri, dan Kejaksaan.
Berikut adalah poin-poin larangan yang tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ormas:
- Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan lembaga pemerintahan.
- Ormas dilarang menggunakan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas.
- Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.
Konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan ini juga telah diatur dalam UU Ormas. Pasal 61 mengatur sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada ormas yang melanggar, mulai dari:
- Peringatan tertulis
- Penghentian kegiatan
- Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum
Dengan adanya dukungan dari DPR dan landasan hukum yang jelas, diharapkan Kemendagri dapat lebih tegas dalam menertibkan ormas-ormas yang masih menggunakan atribut serupa aparat negara. Hal ini penting untuk menjaga ketertiban umum, mencegah penyalahgunaan wewenang, dan menghindari potensi konflik di masyarakat.