Nadyne Apung: Dari Akademi Diplomasi AS Hingga Cita-Cita Representasi Indonesia di PBB
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menginisiasi program Ambassador's Youth Diplomacy Academy (AYDA), sebuah program pendidikan intensif selama enam bulan yang dirancang untuk membekali generasi muda Indonesia dengan pemahaman mendalam tentang diplomasi dan hubungan internasional. Program ini merupakan wujud komitmen untuk mempererat kemitraan strategis antara Amerika Serikat dan Indonesia.
AYDA bukan sekadar program pelatihan biasa. Dari ribuan pelamar, hanya 28 mahasiswa dan lulusan terbaik dari berbagai universitas di seluruh Indonesia yang berhasil lolos seleksi ketat. Para peserta ini tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga menunjukkan dedikasi terhadap kepemimpinan, kolaborasi internasional, dan keterlibatan aktif dalam masyarakat.
Salah satu peserta yang mencuri perhatian adalah Nadyne Apung, seorang mahasiswi Indonesia yang saat ini menempuh pendidikan sarjana di Pomona College, Amerika Serikat. Baginya, AYDA menjadi platform istimewa yang diselenggarakan dari Januari hingga Juni, dengan fokus utama memberikan wawasan komprehensif tentang diplomasi, dinamika hubungan internasional, dan pentingnya kerja sama bilateral. Setiap minggu, Nadyne berpartisipasi dalam serangkaian perkuliahan dan diskusi yang diadakan di My America Jakarta, sebuah pusat kebudayaan dan edukasi yang terletak di dalam kompleks Kedutaan Besar AS.
Nadyne mengungkapkan antusiasmenya saat menceritakan bagaimana ia menemukan program ini.
"Saya menemukan informasi tentang AYDA melalui akun Instagram resmi Kedutaan Besar AS. Deskripsi programnya langsung menarik perhatian saya, dan saya merasa ini adalah kesempatan berharga yang tidak boleh saya lewatkan," ujarnya.
Sebagai seorang pelajar yang telah merasakan pendidikan di sekolah internasional sejak usia dini dan menjadi salah satu dari sedikit mahasiswa Indonesia di kampusnya, Nadyne menyadari pentingnya tidak hanya memahami budaya asing, tetapi juga menjunjung tinggi identitasnya sebagai warga negara Indonesia.
"Saya ingin belajar bagaimana cara merepresentasikan negara saya dengan baik, bagaimana menjadi jembatan antarbudaya, dan tentu saja, bagaimana memperkuat hubungan baik antara Indonesia dan Amerika Serikat," jelasnya.
Pembelajaran Langsung dari Praktisi Diplomasi
Pengalaman paling berkesan bagi Nadyne selama mengikuti AYDA adalah interaksinya dengan para diplomat. Ia merasa terkesan dengan kerendahan hati dan kesediaan mereka untuk berbagi pengalaman. Para diplomat tidak hanya menjawab pertanyaan, tetapi juga menunjukkan kepedulian yang tulus terhadap para peserta sebagai individu. Mereka bahkan meluangkan waktu untuk menanyakan tentang hal-hal pribadi, seperti makanan favorit atau perkembangan studi dan karier.
Para diplomat yang menjadi pengajar di AYDA memiliki pengalaman puluhan tahun di berbagai negara, namun tetap menampilkan sikap ramah dan bersahaja. Hal ini menciptakan suasana belajar yang dinamis dan bermakna.
"Mereka tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan panduan praktis tentang bagaimana menghadapi dilema etis dalam diplomasi, bagaimana menyampaikan pendapat tanpa menimbulkan konflik, dan betapa pentingnya empati dalam menjalin hubungan internasional," kata Nadyne.
Nadyne juga menyoroti keberagaman latar belakang peserta AYDA sebagai salah satu aspek yang memperkaya pengalamannya. Meskipun sebagian besar peserta berasal dari jurusan hubungan internasional, hukum, dan kebijakan publik, ada juga peserta dari jurusan arsitektur dan biokimia.
"Hal ini menunjukkan bahwa diplomasi tidak terbatas pada satu bidang ilmu saja. Isu-isu global menyentuh semua aspek kehidupan, mulai dari lingkungan, teknologi, hingga kesehatan," jelasnya.
Kolaborasi antar latar belakang akademik ini memicu diskusi yang komprehensif dan membuka wawasan baru bahwa diplomasi adalah praktik yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
'Masuk Angin' sebagai Simbol Diplomasi Budaya dan Kesehatan
Sebagai bagian dari persyaratan kelulusan, setiap peserta AYDA diminta untuk membuat proyek akhir yang mencerminkan materi yang telah mereka pelajari. Nadyne memilih topik yang unik dan menarik: 'Masuk Angin', sebuah istilah khas dalam budaya Indonesia yang sering menjadi bahan perbincangan dan rasa ingin tahu di kalangan orang asing.
Melalui proyek ini, Nadyne mengeksplorasi bagaimana 'Masuk Angin' dapat dijadikan simbol untuk mempromosikan pemahaman lintas budaya dan sebagai jembatan untuk membahas sistem kesehatan tradisional dan modern. Ia menghubungkan konsep ini dengan pendekatan diplomasi kesehatan global, dan bagaimana budaya dapat memengaruhi persepsi terhadap penyakit dan pengobatan.
"Dengan mengangkat tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, saya ingin menunjukkan bahwa hal-hal sederhana dalam budaya kita dapat menjadi alat diplomasi yang efektif. Kita dapat mengajak orang asing untuk memahami kita tidak hanya melalui politik, tetapi juga melalui kebiasaan dan tradisi sehari-hari," paparnya.
Cita-Cita Mewakili Indonesia di PBB
Setelah menyelesaikan program AYDA, Nadyne kembali ke kampusnya di AS untuk melanjutkan studinya. Namun, ia kembali dengan perspektif dan semangat yang baru. Kini, ia membawa bekal pengalaman berinteraksi langsung dengan para diplomat, pemahaman mendalam tentang kerja sama bilateral, dan keyakinan bahwa ia dapat memberikan kontribusi yang signifikan.
"Saya berharap suatu saat nanti bisa berkesempatan untuk magang di Kedutaan Besar Indonesia di Washington D.C. atau bahkan mewakili Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saya ingin menjadi jembatan yang menghubungkan negara saya dengan dunia," ungkap Nadyne dengan penuh harapan.
Nadyne memberikan pesan kepada para mahasiswa atau lulusan baru yang berminat untuk mengikuti program AYDA.
"Jangan ragu untuk bertanya dan berdiskusi. Percakapan yang jujur dan terbuka dengan para diplomat sangat berharga. Dari sana, kita dapat belajar tentang motivasi mereka, tantangan yang mereka hadapi, dan keputusan-keputusan sulit yang harus mereka ambil," pesannya.
Ia juga menekankan pentingnya persiapan mental dan intelektual untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin.
"Datanglah dengan pikiran yang terbuka, dan siapkan diri untuk belajar tidak hanya dari materi yang diberikan, tetapi juga dari pengalaman orang lain. Kita akan terkejut melihat betapa banyak pelajaran hidup yang dapat kita peroleh," pungkas Nadyne.
Kisah Nadyne adalah bukti nyata bahwa pendidikan, semangat, dan keberanian untuk mencoba hal baru dapat membuka pintu menuju panggung internasional. Melalui program Ambassador's Youth Diplomacy Academy, ia tidak hanya memperluas pengetahuannya, tetapi juga memperkuat identitas dan misinya sebagai warga negara Indonesia yang ingin berkontribusi dalam dunia diplomasi internasional.
- Belajar diplomasi langsung di Kedutaan Besar AS
- Keberagaman latar belakang peserta
- Mimpi mewakili Indonesia di PBB
- Proyek akhir yang unik dan menarik