Ayam Goreng Widuran Solo Kembali Beroperasi dengan Label Nonhalal Pasca Evaluasi Pemkot

Polemik seputar status halal Ayam Goreng Widuran di Solo sempat menghebohkan jagat maya beberapa waktu lalu. Banyak pelanggan muslim merasa kebingungan setelah mengetahui bahwa ayam goreng yang mereka konsumsi ternyata mengandung unsur nonhalal. Penggunaan minyak babi dalam pembuatan kremesan menjadi pemicu utama kontroversi ini.

Menyikapi situasi tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo melalui Wali Kota Respati Ardi mengambil langkah tegas dengan meminta manajemen Ayam Goreng Widuran untuk menutup sementara operasional rumah makan mereka. Penutupan ini bertujuan untuk memberikan waktu bagi manajemen dalam melakukan evaluasi menyeluruh terkait status kehalalan produk mereka. Setelah menjalani proses evaluasi dan memenuhi sejumlah persyaratan yang diajukan oleh Pemkot Solo, Ayam Goreng Widuran kini kembali beroperasi dengan menerapkan kebijakan baru yang lebih transparan.

Victor, perwakilan manajemen Ayam Goreng Widuran, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengikuti semua arahan yang diberikan oleh Pemkot Solo. Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah pemasangan label "Nonhalal" secara jelas dan mencolok di seluruh area rumah makan, mulai dari kemasan produk, etalase penjualan, hingga MMT yang terpasang di bagian depan. Langkah ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dan memberikan informasi yang akurat kepada seluruh pelanggan, khususnya umat muslim.

"Sesuai arahan dari Pemkot, minggu lalu kita sudah diperbolehkan untuk membuka kembali. Per hari ini, tanggal 20 kita sudah mulai buka kembali. Kita sudah melakukan perbaikan, sesuai arahan Pemkot dengan melabeli nonhalal di seluruh kemasan, etalase, dan MMT depan. Sudah kita penuhi semua, jadi tidak ada kesalahpahaman lagi," ujar Victor.

Victor juga menegaskan bahwa selama ini pihaknya tidak pernah mengklaim bahwa Ayam Goreng Widuran merupakan produk halal. Ia menyatakan bahwa manajemen tidak pernah berinisiatif untuk mendaftarkan sertifikasi halal bagi produk mereka. Dengan demikian, pemasangan label nonhalal merupakan bentuk transparansi dan tanggung jawab manajemen kepada konsumen.

Selain pemasangan label, manajemen Ayam Goreng Widuran juga telah memberikan pengarahan kepada seluruh karyawan untuk memberikan penjelasan kepada pelanggan muslim yang datang ke rumah makan. Karyawan akan menginformasikan secara langsung bahwa menu yang tersedia adalah nonhalal, sehingga pelanggan dapat membuat keputusan yang tepat sebelum memesan.

"Kita sudah jelaskan semua ke seluruh staf yang bekerja di sini, jadi yang kita tahu umat muslim, mungkin berhijab atau sesuai identitas umat muslim kita pasti imbau ini menu nonhalal," jelas Victor.

Ayam Goreng Widuran tetap buka setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 18.00 WIB. Namun, untuk sementara waktu, seluruh cabang Ayam Goreng Widuran masih ditutup. Manajemen fokus pada pembenahan dan penyesuaian di gerai utama sesuai dengan arahan dari Pemkot Solo.

Sebelumnya, polemik Ayam Goreng Widuran mencuat setelah adanya ulasan dari konsumen yang menyatakan bahwa ayam goreng tersebut mengandung unsur nonhalal karena digoreng menggunakan minyak babi. Ulasan ini kemudian viral di media sosial dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat.

Wali Kota Solo, Respati Ardi, sempat meninjau langsung Warung Ayam Goreng Widuran dan berdialog dengan pemilik usaha melalui telepon. Dalam dialog tersebut, Respati mengimbau agar Ayam Goreng Widuran menutup sementara operasionalnya dan melakukan asesmen ulang terkait status kehalalan produk mereka.

"Saya mengimbau untuk ditutup terlebih dahulu, dilakukan asesmen ulang oleh OPD-OPD terkait, terkait kehalalan dan ketidakhalalan. Ya. Ya, jadi hari ini alhamdulillah tadi saya diterima dengan baik oleh karyawan yang bertugas tapi juga telepon diterima dengan pemilik usaha dan saya tawarkan apabila memang mau menyatakan halal, silakan ajukan. Kalau tidak, ya, silakan ajukan tidak halal," kata Respati.

Dengan kembali beroperasinya Ayam Goreng Widuran dengan label nonhalal, diharapkan polemik yang sempat terjadi dapat mereda dan masyarakat dapat memahami status produk tersebut dengan lebih jelas.