Identifikasi Tujuh Spesies Lobster Air Tawar Baru di Papua Barat Ungkap Kekayaan Biodiversitas Tersembunyi
Penemuan Spesies Baru Lobster Air Tawar di Papua Barat
Tim peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengidentifikasi tujuh spesies lobster air tawar yang sebelumnya belum dikenal di wilayah Papua Barat. Penemuan ini tidak hanya memperkaya khazanah keanekaragaman hayati Indonesia, tetapi juga menyoroti potensi besar eksplorasi lebih lanjut terhadap biota air tawar di wilayah tersebut yang masih menyimpan banyak misteri.
Ketujuh spesies baru ini, yang diberi nama Cherax veritas, Cherax arguni, Cherax kaimana, Cherax nigli, Cherax bomberai, Cherax farhadii, dan Cherax doberai, ditemukan di berbagai lokasi terpencil di Papua Barat, termasuk Misool, Kaimana, Fakfak, dan Teluk Bintuni. Lokasi-lokasi ini dikenal memiliki ekosistem air tawar yang relatif masih alami dan belum banyak terpengaruh oleh aktivitas manusia.
Rury Eprilurahman, seorang dosen di Fakultas Biologi UGM yang terlibat dalam penelitian ini, menyatakan bahwa Papua merupakan pusat keanekaragaman hayati yang menyimpan potensi luar biasa. Penemuan ini dianggap sebagai bagian kecil dari potensi yang belum tereksplorasi sepenuhnya.
Menariknya, beberapa spesimen lobster ini awalnya dikenal melalui perdagangan akuarium hias internasional dengan nama dagang seperti Cherax sp. "Red Cheek", "Amethyst", dan "Peacock". Hal ini menunjukkan bahwa riset terhadap perdagangan spesies eksotik dapat menjadi pintu masuk untuk penelitian keanekaragaman hayati, asalkan dilakukan secara bertanggung jawab dan etis.
Proses Identifikasi
Proses identifikasi ketujuh spesies ini dilakukan melalui pendekatan integratif yang menggabungkan analisis morfologi dan filogeni molekuler. Analisis morfologi melibatkan pengamatan ciri-ciri fisik seperti bentuk tubuh, warna, jumlah segmen, dan struktur organ. Sementara itu, pendekatan molekuler dilakukan dengan membandingkan DNA mitokondria, khususnya gen 16S rRNA dan COI (Cytochrome c Oxidase subunit I).
Rury menjelaskan bahwa analisis DNA dilakukan untuk memastikan bahwa spesimen yang diteliti benar-benar merupakan spesies yang berbeda, bukan hanya variasi warna atau bentuk tubuh.
Implikasi Evolusioner
Analisis filogenetik menempatkan ketujuh spesies baru ini dalam kelompok Cherax bagian utara (northern lineage). Penemuan ini meningkatkan jumlah spesies dalam kelompok ini dari 28 menjadi 35. Rury menekankan bahwa Papua Barat merupakan pusat evolusi penting bagi kelompok Cherax, yang membedakan spesies-spesies ini dari kerabatnya di Australia atau Papua Nugini.
Setiap spesies baru memiliki ciri khas yang membedakannya. Sebagai contoh, Cherax arguni memiliki tubuh berwarna biru gelap dengan belang krem dan capit (chelae) dengan patch putih transparan yang khas, yang menjadi kunci dalam identifikasi spesies ini.
Analisis Genetik Mendalam
Analisis filogeni molekuler menunjukkan bahwa Cherax arguni memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Cherax bomberai, meskipun memiliki jarak genetik yang cukup signifikan untuk diklasifikasikan sebagai spesies yang berbeda. Analisis genetik dilakukan dengan metode Bayesian dan Maximum Likelihood menggunakan data DNA mitokondria. Hasilnya menunjukkan perbedaan sekuens DNA hingga 11 persen, yang mengindikasikan adanya isolasi evolusioner yang panjang.
Urgensi Konservasi
Rury menegaskan bahwa penemuan ini tidak hanya menambah daftar keanekaragaman hayati Indonesia, tetapi juga menyoroti pentingnya konservasi spesies air tawar Papua yang hidup di habitat yang rentan. Banyak dari spesies ini hanya ditemukan di satu lokasi kecil, seperti anak sungai atau hulu yang belum terpetakan secara ekologis, sehingga sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
Publikasi Ilmiah
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam artikel berjudul "Seven New Species of Crayfish of the Genus Cherax (Crustacea, Decapoda, Parastacidae) from Western New Guinea, Indonesia" di jurnal Arthropoda (Quartil 2) pada 6 Juni 2025. Penelitian ini merupakan kolaborasi antara UGM, peneliti independen dari Jerman, dan lembaga riset di Berlin.
Langkah Selanjutnya
Untuk kedepannya, Rury menekankan perlunya penelitian lanjutan dan pemetaan distribusi spesies untuk mendukung kebijakan konservasi berbasis data. Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara eksplorasi ilmiah dan perlindungan habitat, terutama karena banyak dari spesies ini hidup di wilayah yang mulai terjamah oleh aktivitas manusia.