Kebijakan WFA ASN Picu Pro Kontra: Efektivitas Kerja Jadi Sorotan Utama

Kebijakan WFA ASN Picu Pro Kontra: Efektivitas Kerja Jadi Sorotan Utama

Jakarta - Kebijakan Work From Anywhere (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru-baru ini digulirkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), memicu beragam reaksi di kalangan ASN. Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025, yang memberikan fleksibilitas lokasi kerja bagi ASN, menjadi topik perdebatan terkait potensi dampak terhadap kinerja dan efisiensi birokrasi.

Seorang ASN yang enggan disebutkan namanya, dengan nama samaran Enzy, mengungkapkan kekhawatirannya terkait implementasi WFA. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi membuka celah bagi praktik kecurangan presensi. Enzy, yang bertugas mengawasi kinerja staf di salah satu kementerian, berpendapat bahwa koordinasi akan menjadi lebih sulit jika pegawai bekerja dari lokasi yang berbeda-beda. Ia juga menyoroti bahwa praktik manipulasi presensi sudah terjadi bahkan saat ASN masih bekerja penuh waktu di kantor (WFO).

"Kalau WFA, koordinasi jadi makin susah. Yang WFO saja mereka pada mengakali presensi, datang siang," ujarnya. Enzy menjelaskan bahwa sistem presensi di kantornya saat ini menggunakan aplikasi khusus yang mengharuskan pegawai mengunggah swafoto dan mencantumkan lokasi. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa stafnya mampu memanipulasi aplikasi tersebut untuk melakukan presensi dari lokasi yang tidak sesuai.

"Dia masih di rumah tapi bisa presensi bikin fake location," ungkapnya. Meskipun kecurangan ini dapat dideteksi oleh tim internal, Enzy khawatir bahwa kebijakan WFA akan memperburuk situasi dan menurunkan kinerja ASN secara keseluruhan. Ia secara pribadi lebih menyukai sistem absensi konvensional menggunakan fingerprint karena dianggap lebih akurat dan sulit dimanipulasi.

Namun, pandangan berbeda diungkapkan oleh Bayu, seorang ASN berusia 35 tahun yang bekerja di salah satu instansi pemerintah di Jakarta. Bayu berpendapat bahwa WFA justru dapat meningkatkan fokus dan produktivitasnya dalam menyelesaikan pekerjaan. Ia merasa lebih mudah berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas-tugasnya di luar kantor karena terhindar dari distraksi yang sering terjadi di lingkungan kantor.

"Kalau di kantor itu distraksinya ada saja. Misal meeting bisa berapa lama enggak bisa sambil kerjain kerjaan," jelas Bayu. Ia menambahkan bahwa WFA juga dapat membantu ASN mengatur waktu kerja dengan lebih efisien. Bayu mencontohkan, dengan WFA, ia dapat fokus sepenuhnya pada penyusunan laporan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dibandingkan jika bekerja di kantor.

Kebijakan WFA ini merupakan bagian dari upaya Kemenpan-RB untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih fleksibel dan adaptif bagi ASN. Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan-RB, Nanik Murwati, menjelaskan bahwa fleksibilitas kerja diterapkan untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis. Ia menekankan bahwa ASN tidak hanya dituntut untuk bekerja profesional, tetapi juga harus menjaga motivasi dan produktivitas dalam menjalankan tugas kedinasannya. Dengan kebijakan WFA, Kemenpan-RB berharap ASN dapat bekerja dari mana saja sesuai kebutuhan dan karakteristik tugasnya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan terkait kebijakan WFA bagi ASN:

  • Tujuan: Meningkatkan fleksibilitas, motivasi, dan produktivitas ASN.
  • Dasar Hukum: Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025.
  • Pro Kontra: Memicu perdebatan terkait potensi dampak terhadap kinerja dan efisiensi.
  • Kekhawatiran: Potensi kecurangan presensi dan kesulitan koordinasi.
  • Manfaat: Peningkatan fokus, efisiensi waktu, dan pengurangan distraksi.

Dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan ASN, implementasi kebijakan WFA ini perlu dilakukan secara hati-hati dan disertai dengan pengawasan yang ketat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan dan tetap menjaga kualitas pelayanan publik.