Puluhan Satwa Endemik Maluku Dipulangkan ke Habitat Asli Melalui Program Konservasi

Puluhan satwa liar dilindungi, yang terdiri dari 25 ekor berbagai spesies burung endemik Maluku, telah tiba di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku setelah dipindahkan dari Jakarta. Pemindahan ini merupakan bagian dari inisiatif konservasi yang komprehensif untuk merehabilitasi dan melepasliarkan satwa-satwa tersebut kembali ke habitat aslinya.

Arga Christyan, Polisi Kehutanan BKSDA Maluku, menyatakan bahwa program translokasi ini adalah wujud kolaborasi untuk menyelamatkan satwa liar. Satwa-satwa yang dipindahkan meliputi berbagai jenis burung paruh bengkok yang ikonik seperti:

  • Elang Tikus
  • Kakatua Koki
  • Kakatua Putih
  • Kakatua Tanimbar
  • Kasturi Ternate
  • Nuri Bayan
  • Nuri Maluku.

Setibanya di Maluku, satwa-satwa tersebut ditempatkan di Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku (PKS-KM). Di fasilitas ini, mereka akan menjalani proses rehabilitasi intensif. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa satwa-satwa tersebut berada dalam kondisi prima dan mampu beradaptasi dengan baik setelah dilepasliarkan ke alam bebas.

Proses translokasi dilakukan dengan sangat hati-hati dan terkoordinasi untuk meminimalkan stres pada satwa. Tim ahli memastikan kondisi kesehatan satwa selama perjalanan dan memberikan perawatan yang dibutuhkan. Tahap rehabilitasi di PKS-KM juga dirancang untuk mengembalikan kemampuan satwa dalam mencari makan, berinteraksi sosial, dan menghindari ancaman di alam liar.

BKSDA Maluku menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung program pemulangan satwa ini. Dukungan ini mencakup bantuan dari BKSDA DKI Jakarta, lembaga konservasi lainnya, dan masyarakat yang telah secara sukarela menyerahkan satwa peliharaan ilegal. Tindakan ini sangat penting untuk menjaga kelestarian spesies endemik Maluku dan mencegah kepunahan.

Upaya konservasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi satwa liar dan bahaya perdagangan ilegal satwa. BKSDA Maluku menekankan bahwa pelestarian satwa dilindungi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah. Masyarakat diharapkan untuk tidak memelihara, memperdagangkan, atau merusak habitat alami satwa liar.

Perlu diketahui bahwa tindakan memelihara, memperdagangkan, atau membunuh satwa dilindungi adalah tindakan melanggar hukum. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur bahwa pelaku pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara hingga lima tahun dan denda hingga Rp100 juta.