Fleksibilitas Kerja ASN: Kebijakan Baru Menuai Perdebatan di Kalangan Anggota Dewan

Fleksibilitas Kerja ASN: Kebijakan Baru Menuai Perdebatan

Kebijakan Work From Anywhere (WFA) atau bekerja dari mana saja bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mencakup Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), telah memicu diskusi hangat dan berbagai tanggapan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kebijakan ini, yang memungkinkan ASN untuk memiliki jam kerja yang lebih fleksibel, muncul seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN secara Fleksibel atau Flexible Working Arrangement (FWA) pada Instansi Pemerintah. Peraturan ini sendiri telah ditetapkan pada 16 April 2025 dan mulai berlaku efektif sejak 21 April 2025.

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menekankan bahwa ASN saat ini dituntut tidak hanya profesional dalam bekerja, tetapi juga mampu menjaga motivasi dan produktivitas dalam menjalankan tugas-tugasnya. Menurutnya, fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis. PermenPANRB No. 4/2025 diharapkan menjadi landasan hukum bagi instansi pemerintah dalam menerapkan skema kerja yang fleksibel, baik dari sisi waktu maupun lokasi. Fleksibilitas kerja ini mencakup opsi bekerja dari kantor, rumah, lokasi tertentu (WFA), serta pengaturan jam kerja dinamis yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan karakteristik tugas.

Nanik Murwati juga menambahkan bahwa penerapan fleksibilitas kerja ini tidak boleh mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Sebaliknya, diharapkan kebijakan ini dapat membuat ASN bekerja lebih fokus, adaptif terhadap perkembangan, serta lebih seimbang dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.

Namun, implementasi kebijakan ini tidak lepas dari kritik dan masukan dari berbagai pihak, terutama dari anggota DPR. Beberapa anggota dewan menyampaikan kekhawatiran mereka terkait potensi pemborosan dan kurangnya pengawasan jika kebijakan ini diterapkan tanpa kontrol yang ketat.

Anggota DPR, Mardani, menyatakan bahwa ide WFA ini sebenarnya bagus, tetapi tanpa karakter dan pengawasan yang memadai, justru dapat menimbulkan pemborosan. Ia menekankan pentingnya melakukan uji coba atau percontohan secara terbatas sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas. Menurutnya, penerapan yang disamaratakan tanpa pertimbangan yang matang justru dapat menimbulkan masalah.

Mardani juga meminta agar aturan ini dievaluasi secara berkala. Jika hasilnya positif dan menunjukkan keberhasilan, barulah kebijakan ini dapat diperluas secara bertahap.

Anggota DPR lainnya, Deddy, memiliki pandangan yang berbeda. Ia cenderung lebih setuju dengan Working From Home (WFH) atau bekerja dari rumah karena dinilai lebih banyak memberikan keuntungan bagi pegawai dan instansinya. Deddy berpendapat bahwa bekerja dari rumah justru dapat meningkatkan produktivitas karena mengurangi stres dan menekan pengeluaran transportasi.

Deddy menambahkan bahwa pengawasan terhadap pegawai yang bekerja dari rumah juga lebih mudah dilakukan karena mereka tetap terhubung dengan jaringan. Ia juga mengutip berbagai studi yang menunjukkan bahwa dengan kondisi dan jenis pekerjaan yang sesuai, WFH dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan mental pegawai.

Kritik Terhadap WFA

Deddy mengkritisi konsep WFA karena dianggap sulit untuk diawasi dan berpotensi tidak produktif jika dilakukan sambil lalu. Ia juga khawatir kebijakan ini dapat menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerja jika tidak diterapkan dengan basis penilaian yang jelas dan adil. Selain itu, Deddy juga menyoroti potensi WFA untuk disalahgunakan sebagai kesempatan melakukan hal-hal negatif.

Poin-Poin Kritik dan Saran:

Berikut adalah poin-poin kritik dan saran yang muncul terkait kebijakan fleksibilitas kerja ASN:

  • Pengawasan: Perlunya pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan produktivitas.
  • Uji Coba: Melakukan uji coba atau percontohan secara terbatas sebelum diterapkan secara luas.
  • Evaluasi: Melakukan evaluasi berkala untuk mengukur efektivitas dan dampak kebijakan.
  • Keadilan: Menerapkan kebijakan dengan basis penilaian yang jelas dan adil untuk mencegah kecemburuan di lingkungan kerja.
  • Jenis Pekerjaan: Mempertimbangkan jenis dan bobot pekerjaan dalam menentukan fleksibilitas kerja.

Kebijakan fleksibilitas kerja ASN ini masih menjadi perdebatan dan memerlukan kajian serta evaluasi yang mendalam untuk memastikan implementasinya berjalan efektif dan memberikan manfaat yang optimal bagi ASN dan masyarakat.