Penolakan Zero ODOL 2026 Menguat: Sopir Truk Gelar Aksi Protes, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Dampak

Gelombang Protes Sopir Truk Terhadap Rencana Zero ODOL 2026

Ribuan sopir truk di berbagai wilayah Indonesia serentak melakukan aksi demonstrasi pada Kamis, 19 Juni 2025, sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (Zero ODOL) yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2026. Para sopir truk mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa kebijakan ini akan menyulitkan mereka, terutama karena mereka sering kali berada di antara tuntutan pemilik truk untuk memaksimalkan muatan demi keuntungan dan kewajiban untuk mematuhi peraturan.

Kebijakan Zero ODOL sendiri merupakan upaya pemerintah untuk memberantas kendaraan yang melebihi dimensi dan muatan yang diizinkan. Kebijakan ini akan ditegaskan melalui peraturan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. Pemerintah berdalih bahwa kendaraan ODOL menjadi penyebab utama kerusakan jalan dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.

Alasan di Balik Penerapan Zero ODOL

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa kebijakan Zero ODOL adalah bagian dari rencana Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penguatan Logistik Nasional. AHY menjelaskan bahwa salah satu elemen penting dalam rencana aksi tersebut adalah penanganan angkutan barang kategori ODOL. Pemerintah mengklaim bahwa kendaraan ODOL tidak hanya merusak jalan, tetapi juga menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Data menunjukkan bahwa 10,5 persen kecelakaan disebabkan oleh kendaraan ODOL.

Selain itu, pemerintah mengklaim bahwa praktik ODOL merugikan negara secara finansial. Setiap tahun, sekitar Rp 42 triliun anggaran negara dialokasikan untuk perbaikan jalan yang rusak akibat ODOL dan faktor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah akan memberikan insentif dan disinsentif kepada pelaku usaha yang mematuhi atau melanggar aturan ODOL.

Aturan Terkait ODOL yang Sudah Ada

Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan beberapa aturan untuk menekan pelanggaran ODOL, termasuk:

  • Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.
  • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang mengatur batasan muatan dan dimensi kendaraan.

Permenhub 60/2019 mengatur pengawasan terhadap indikasi pelanggaran atau potensi kerusakan jalan akibat truk ODOL.

Percepatan Zero ODOL Atas Persetujuan Presiden

Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui percepatan target Indonesia bebas ODOL, yang semula ditargetkan pada tahun 2026 menjadi tahun depan. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo menyetujui percepatan ini saat bertemu dengan Komisi V DPR. Percepatan ini didasarkan pada beberapa alasan, termasuk tingginya angka kecelakaan yang melibatkan truk ODOL dan kerusakan jalan yang disebabkan oleh truk tersebut. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan bahwa truk ODOL menjadi penyebab kecelakaan terbanyak kedua secara nasional.

Syaiful Huda menambahkan bahwa hampir 70 persen kecelakaan diakibatkan oleh ODOL, sehingga penanganan masalah ini dianggap mendesak. Truk ODOL sering kali mengangkut muatan hingga 50 ton, padahal daya dukung jalan nasional hanya 13 ton. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan yang signifikan dan memerlukan biaya perbaikan yang besar. Pemerintah memperkirakan bahwa negara harus menyiapkan Rp 41 triliun setiap tahun untuk biaya preservasi akibat ODOL. Kerusakan jalan akibat ODOL juga berdampak pada standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol, yang pada gilirannya dapat mengganggu investasi di sektor jalan tol.