Kabupaten Bandung Barat Didorong Rebranding: Dedi Mulyadi Soroti Identitas Wilayah

Mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan usulan menarik terkait Kabupaten Bandung Barat (KBB). Dalam pidatonya di Rapat Paripurna Hari Jadi KBB ke-18, Dedi menyarankan agar nama kabupaten tersebut dipertimbangkan untuk diubah, dengan menghilangkan unsur "Bandung". Alasannya, nama "Bandung Barat" dinilai menghambat upaya membangun identitas wilayah yang mandiri dan kuat.

Menurut Dedi, penyebutan "Bandung Barat" secara tidak langsung menempatkan wilayah ini sebagai bagian dari entitas yang lebih besar, yaitu Bandung. Hal ini menyulitkan KBB untuk menonjolkan karakteristik unik dan kekayaan budaya yang dimilikinya. Ia menekankan bahwa nama sebuah wilayah memiliki peran penting dalam pembentukan citra dan daya tarik, sehingga perlu dirancang secara strategis.

"Nama 'Bandung Barat' itu jika dilihat dari kacamata branding, agak susah membrandingnya. Disebut Bandung Barat yang terbayang selalu Bandung," ujar Dedi di hadapan para anggota DPRD.

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa penamaan "Bandung Barat" cenderung merujuk pada arah mata angin, yang bersifat relatif dan subjektif. Baginya, penggunaan arah mata angin sebagai bagian dari nama wilayah kurang efektif dalam menciptakan identifikasi yang jelas dan konsisten.

"Kata siapa Bandung Barat? Kata orang Bukanagara, Subang. Tapi bagi orang Cianjur bisa jadi Bandung Timur. Bagi orang Purwakarta, Bandung Selatan. Jadi sulit untuk mengidentifikasi wilayah," jelasnya.

Dedi memahami bahwa proses penamaan KBB pada awalnya tidaklah mudah, mengingat adanya berbagai kepentingan dan pertimbangan wilayah yang berbeda. Namun, ia meyakini bahwa dengan pendekatan yang tepat, KBB dapat menemukan nama yang lebih representatif dan mampu mencerminkan jati diri wilayah secara utuh.

"Hanya jika memakai nama Mandalawangi, orang Padalarang gak terima, kalau pakai nama Padalarang, orang Lembang gak terima. Akhirnya pakai nama Bandung Barat," ungkapnya.

Kendati demikian, Dedi menegaskan kesiapannya untuk memberikan dukungan penuh apabila ada keinginan untuk mengubah nama KBB. Ia berharap perubahan nama tersebut dapat memberikan dampak positif bagi citra dan daya saing wilayah.

"Biarlah kalau sudah begini namanya. Tapi kalau ada niat untuk membranding, merubah namanya, saya siap membantu agar ada wibawa atau kharismanya," katanya.

Sebelum mengambil keputusan terkait perubahan nama, Dedi mengingatkan pentingnya memahami karakteristik unik dari setiap wilayah di KBB. Ia menyoroti adanya perbedaan kultur di berbagai wilayah KBB, di mana sebagian wilayah memiliki kemiripan dengan Kota Bandung, sementara wilayah lain lebih dekat dengan Cianjur dan Purwakarta.

"Sebagian wilayah memiliki kecenderungan kultur yang sama dengan sebagian Cianjur dan Purwakarta. Mereka suka dengan kultur (budaya Sunda) leluhur," tuturnya.

Menurut Dedi, pendekatan ekologis dan budaya leluhur sangat penting dalam penataan wilayah. Ia menganjurkan agar KBB kembali pada fungsi dan bentuk alamiahnya dalam pembangunan.

"Gunung kudu awian, lengkob kudu balongan, lebak kudu sawahan. (Gunung harus tumbuh pohon, cekungan harus berkolam, lembah harus jadi ladang sawah). Maksudnya, jika ingin membereskan wilayah Bandung Barat harus dikembalikan ke asalnya," ujarnya.

Dengan memahami karakteristik wilayah secara mendalam, Dedi meyakini bahwa KBB dapat membangun identitas yang kuat dan citra wilayah yang mandiri dan khas.

  • Pendekatan ekologis dan budaya leluhur sangat penting dalam penataan wilayah.
  • KBB dapat membangun identitas yang kuat dan citra wilayah yang mandiri dan khas.