Indonesia Laporkan Delapan Kasus Virus Hanta, Seluruh Pasien Dinyatakan Pulih

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan bahwa delapan kasus virus Hanta jenis Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) yang terdeteksi di Indonesia hingga 19 Juni lalu, telah dinyatakan sembuh sepenuhnya. Pengumuman ini memberikan sedikit kelegaan di tengah kekhawatiran global terhadap penyakit menular.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, kasus virus Hanta ini tersebar di empat provinsi berbeda di Indonesia, yaitu:

  • Yogyakarta
  • Jawa Barat
  • Nusa Tenggara Timur
  • Sulawesi Utara

Salah satu kasus yang sempat menjadi perhatian adalah kasus di Kabupaten Bandung Barat yang terjadi pada 20 Mei. Pasien yang dirawat di RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung, juga telah pulih dan kembali beraktivitas seperti biasa.

"Tindakan penyelidikan epidemiologi dan pengendalian vektor telah dilakukan secara komprehensif oleh tim gabungan dari Kemenkes, Labkesmas Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, Puskesmas Ngamprah, serta perangkat Desa Bojongkoneng," ungkap Aji.

Mengenal Virus Hanta

Virus Hanta merupakan penyakit zoonosis, yang berarti ditularkan dari hewan ke manusia. Penyebab utama penyakit ini adalah Orthohantavirus, yang penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat, terutama tikus. Hingga saat ini, belum ada bukti penularan virus Hanta antar manusia.

Virus Hanta memiliki dua tipe utama, yaitu HFRS dan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS). Di Indonesia, sejauh ini hanya ditemukan kasus dengan manifestasi HFRS. Gejala HFRS meliputi:

  • Demam
  • Sakit kepala
  • Nyeri badan
  • Malaise (lemas)
  • Jaundice (tubuh menguning)

Sementara itu, gejala HPS mencakup demam, nyeri badan, malaise, batuk, dan sesak napas. Tingkat kematian (Case Fatality Rate/CFR) untuk penyakit ini berkisar antara 5-15 persen, tergantung pada strain virus.

Sayangnya, belum ada pengobatan spesifik untuk virus Hanta. Penanganan medis yang diberikan bersifat simptomatik dan suportif, disesuaikan dengan gejala yang dialami pasien.

Pencegahan Virus Hanta

Aji Muhawarman menekankan pentingnya langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi risiko penularan virus Hanta. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:

  • Mengendalikan populasi hewan pengerat (tikus).
  • Menghindari kontak langsung dengan urine, tinja, air liur, dan sarang hewan pengerat.
  • Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
  • Menjaga kebersihan rumah, terutama area yang jarang digunakan seperti loteng dan gudang.
  • Menghindari menyentuh hewan pengerat, baik yang hidup maupun mati.
  • Mengelola sampah dengan benar.
  • Menempatkan perangkap tikus di rumah atau tempat kerja.
  • Menggunakan alat pelindung diri bagi pekerja berisiko tinggi, seperti petani, buruh bangunan, tenaga laboratorium, dan dokter hewan.

Potensi KLB dan Upaya Pencegahan

Virus Hanta berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) jika ditemukan dua atau lebih kasus konfirmasi dalam satu masa inkubasi, yaitu dua minggu. Meskipun demikian, kasus di Bandung Barat belum memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai KLB.

Sebagai langkah antisipasi, Kemenkes telah melakukan berbagai upaya pencegahan KLB virus Hanta, termasuk:

  • Penyediaan pedoman, FAQ (Frequently Asked Questions), serta media komunikasi, informasi, dan edukasi.
  • Sosialisasi kewaspadaan penyakit ke seluruh kabupaten dan kota.
  • Pelaksanaan surveilans sentinel di 19 rumah sakit untuk deteksi dini penyakit virus Hanta.
  • Tatalaksana kasus di rumah sakit.
  • Penyelidikan epidemiologi dan pengendalian binatang pembawa penyakit.