Jaringan Internasional Terlibat dalam Kasus Pornografi Anak di Kalimantan Utara

Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara) membongkar kasus pembuatan dan penyebaran konten pornografi anak yang melibatkan jaringan internasional. Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan yang diterima dari Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, yang berkoordinasi dengan Interpol, pada tanggal 5 Mei 2025. Laporan tersebut berisi informasi mengenai temuan 50 foto yang diduga kuat mengandung unsur pornografi anak. Foto-foto tersebut tersimpan dalam sebuah CD yang dilampirkan bersama surat dari Interpol.

Tim Subdit V/Siber Ditreskrimsus Polda Kaltara segera melakukan penyelidikan mendalam. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa lokasi pengambilan foto-foto tersebut berada di Kota Tarakan pada tahun 2017. Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu IN (43), seorang pria asal Samarinda, dan NS (36), seorang wanita asal Tarakan. Penangkapan pertama dilakukan terhadap IN pada tanggal 9 Juni 2025 di Samarinda. Bersamaan dengan penangkapan, polisi menyita sebuah ponsel milik IN yang digunakan untuk mengakses dan menyimpan konten-konten tersebut. Ponsel tersebut juga berisi akun Facebook palsu dengan nama 'Ipan KZ'.

Setelah penangkapan IN, polisi bergerak cepat untuk menangkap NS di Tarakan pada tanggal 13 Juni 2025. Penangkapan NS dilakukan setelah berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Kaltara, mengingat kasus ini melibatkan anak di bawah umur sebagai korban.

Eksploitasi Anak Kandung

Fakta yang lebih memprihatinkan terungkap bahwa korban dalam kasus ini adalah anak kandung dari tersangka NS. Direktur Reskrimsus Polda Kaltara, Kombes Pol Dadan Wahyudi menjelaskan bahwa saat kejadian, kedua tersangka menjalin hubungan asmara secara online. IN kemudian meminta NS untuk mengirimkan foto dan video yang mengandung unsur pornografi, termasuk yang melibatkan anak kandungnya yang saat itu masih berusia 3 tahun.

Berdasarkan pengakuan IN, dirinya memiliki ketertarikan khusus terhadap konten pornografi anak dan sering mengunduh konten serupa dari berbagai sumber di internet. Konten-konten tersebut digunakan untuk memuaskan fantasi seksualnya.

Ancaman Hukuman Berat

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 29 ayat (1) jo Pasal 37 atau Pasal 32 jo Pasal 37 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman hukuman maksimal yang menanti mereka adalah 12 tahun penjara. Kasus ini menjadi perhatian serius pihak kepolisian dan menjadi atensi internasional mengingat kejahatan ini termasuk dalam kategori extraordinary crime.

Guna memberikan pendampingan dan pemulihan psikologis kepada korban, Polda Kaltara berkoordinasi dengan UPTD PPA Kaltara dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) OUR RESCUE Indonesia. Diharapkan, langkah ini dapat membantu korban untuk mengatasi trauma dan kembali menjalani kehidupan normal.