Efektivitas WFA di Madiun: ASN Terancam Pemotongan Tunjangan Jika Target Tak Tercapai

Pemerintah Kota Madiun telah mengimplementasikan sistem Work From Anywhere (WFA) dalam beberapa bulan terakhir. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Meskipun secara umum menunjukkan hasil positif, konsekuensi tegas menanti bagi ASN yang gagal memenuhi target kinerja yang ditetapkan.

Wali Kota Madiun, Maidi, menegaskan bahwa kebijakan WFA memungkinkan ASN untuk bekerja dari berbagai lokasi di dalam wilayah Kota Madiun. Meskipun demikian, terdapat persyaratan ketat yang harus dipatuhi. ASN wajib selalu siaga dan dapat dihubungi selama 24 jam melalui telepon seluler. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan ini akan berakibat pada pemotongan tunjangan remunerasi.

"Kota Madiun sudah (WFA) terlebih dahulu. ASN Kota Madiun bisa kerja dimana saja di wilayah Kota Madiun. Tetapi telepon seluler tidak boleh dimatikan dan harus standby 24 jam," kata Maidi, yang dikonfirmasi Kamis (19/6/2025).

Menurut Maidi, penerapan WFA diharapkan dapat meningkatkan responsivitas ASN terhadap kebutuhan masyarakat. Setiap panggilan atau permintaan pelayanan publik harus segera direspon. Kegagalan dalam merespon panggilan tugas akan langsung berdampak pada pengurangan tunjangan.

"Kalau ditelepon tidak ada maka tunjangan remunerasinya bisa hilang," jelas Maidi.

Lebih lanjut, Maidi menjelaskan bahwa esensi dari WFA adalah fleksibilitas dalam bekerja, namun tanpa mengabaikan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing ASN. Kinerja ASN akan diukur berdasarkan pencapaian hasil kerja yang konkret. Apabila kinerja tidak memenuhi standar yang ditetapkan, tunjangan remunerasi akan dipotong sebagai konsekuensi.

"Bila tidak terpenuhi maka tunjangan remunerasinya kami turunkan," ungkap Maidi.

Sebagai contoh konkret, Maidi menyoroti partisipasi dalam lomba tingkat Jawa Timur. Jika seorang ASN ditugaskan untuk mengikuti lomba dan gagal meraih juara, maka kinerja ASN tersebut dianggap tidak memuaskan, yang berujung pada pemotongan tunjangan. Maidi menekankan bahwa fokus utama adalah pada hasil kerja, bukan sekadar jam kerja.

"Padahal itu tugas-tugasnya maka langsung dicoret (dipotong tunjangan remunerasinya). Dan ini namanya bukan jam kerja tetapi jam hasil kerja," ujar Maidi.

Contoh lain yang diangkat adalah terkait pemeliharaan lampu penerangan jalan. Jika seluruh lampu jalan mati dalam kurun waktu 24 jam, hal ini mengindikasikan bahwa petugas Dinas Perkim lalai dalam menjalankan tugasnya. Akibatnya, tunjangan remunerasi pegawai yang bertanggung jawab atas penerangan jalan akan dipotong. Maidi menekankan pentingnya respons cepat terhadap masalah, bahkan di luar jam kerja reguler.

"Kalau petugas itu siang tidur. Maka malam harinya, petugas harus keliling mengecek kondisi lampu penerangan jalan. Jadi ketika ada lampu jalan mati maka malam itu juga harus diperbaiki. Tidak boleh menunggu pada jam kerja," ujar Maidi.

Kebijakan WFA secara nasional telah diatur dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 4 Tahun 2025, yang memberikan fleksibilitas kepada ASN untuk bekerja dari mana saja. Pemerintah berharap bahwa dengan fleksibilitas ini, ASN dapat lebih produktif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan-RB, Nanik Murwati, menjelaskan bahwa regulasi ini merupakan adaptasi terhadap dinamika kebutuhan kerja yang terus berkembang.

"Fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis," ujar Nanik dalam keterangan pers tertulis, Rabu (18/6/2025).

Dengan demikian, Kota Madiun menjadi salah satu daerah yang telah mengadopsi sistem WFA, namun dengan penekanan kuat pada akuntabilitas dan pencapaian target kinerja. Pemotongan tunjangan remunerasi menjadi insentif negatif yang diharapkan dapat mendorong ASN untuk bekerja lebih efektif dan responsif.