Menakar Solusi Jitu Juru Parkir Liar di Surabaya: Tiga Opsi dari Pakar Ekonomi Unair

Polemik juru parkir (jukir) liar di minimarket Surabaya terus bergulir, menyusul tindakan tegas Pemerintah Kota (Pemkot) yang menyegel sejumlah lahan parkir. Tindakan ini, meski bertujuan baik, memicu beragam reaksi di tengah masyarakat. Mengatasi kebuntuan ini, Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menawarkan tiga alternatif solusi yang dinilai lebih konstruktif.

Menurut Prof. Rossanto, pendekatan sanksi semata tidak akan menyelesaikan akar masalah. Ia meyakini, solusi yang berkelanjutan hanya bisa dicapai melalui kolaborasi antara pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah. Berikut adalah tiga opsi yang diajukannya:

  • Kemitraan dengan Penyedia Parkir Berbasis Teknologi: Solusi pertama adalah menggandeng perusahaan penyedia layanan parkir profesional yang memanfaatkan teknologi. Dengan sistem ini, parkir tetap gratis bagi konsumen minimarket. Keuntungan bagi pemerintah adalah pajak dapat dihitung secara akurat berdasarkan data transaksi parkir yang tercatat secara digital. Minimarket juga diuntungkan karena tidak perlu mengelola parkir secara mandiri.
  • Retribusi Resmi oleh Jukir yang Ditunjuk Pemkot: Opsi kedua adalah melegalisasi keberadaan juru parkir dengan menunjuk mereka secara resmi oleh Pemkot. Jukir yang ditunjuk akan memungut retribusi parkir dengan tarif yang wajar dan terjangkau bagi masyarakat. Sistem ini memerlukan pengawasan ketat dari Pemkot untuk mencegah praktik pungutan liar (pungli) dan memastikan transparansi.
  • Retribusi Parkir Ditanggung Minimarket: Alternatif ketiga adalah membebankan biaya parkir kepada pihak minimarket. Dalam skenario ini, konsumen tidak perlu membayar parkir, namun minimarket harus menanggung biaya retribusi. Prof. Rossanto mengakui bahwa opsi ini kurang ideal karena berpotensi menambah beban operasional minimarket dan pada akhirnya dapat berdampak pada kenaikan harga barang.

Prof. Rossanto menekankan bahwa Surabaya adalah kota jasa dan perdagangan, sehingga kebijakan publik yang diambil harus mendukung iklim usaha yang kondusif. Ia menyarankan agar Pemkot melibatkan seluruh pihak terkait dalam proses pengambilan keputusan untuk menghasilkan solusi yang optimal dan diterima oleh semua pihak.