Eks Hakim MK Soroti Dilema Saksi Pengacara dalam Sidang Hasto Kristiyanto

Dalam persidangan kasus dugaan suap terkait Harun Masiku yang menyeret nama Hasto Kristiyanto, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan memberikan pandangannya mengenai dilema seorang pengacara yang menjadi saksi untuk kliennya.

Maruarar dihadirkan sebagai saksi ahli yang meringankan bagi Hasto Kristiyanto dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa penuntut umum mengajukan pertanyaan terkait konsekuensi hukum dan etika jika seorang penasihat hukum klien, dalam perkara pidana, juga menjadi saksi atau ahli dalam persidangan yang sama.

Maruarar menjelaskan bahwa keterangan saksi, termasuk pengacara, harus dievaluasi dengan cermat. Semua saksi terikat sumpah untuk memberikan keterangan yang benar, sesuai dengan apa yang dialami dan diketahui. Namun, ia mengakui adanya problematik besar dalam menguji keabsahan keterangan saksi yang berasal dari pihak penuntut umum. Ia menganalogikan situasi ini dengan perkara perdata, di mana saksi yang memiliki hubungan keluarga dekat (hingga derajat ketiga) dengan pihak yang berperkara tidak diperbolehkan memberikan kesaksian karena diasumsikan akan memberikan keterangan yang menguntungkan keluarganya.

Maruarar menambahkan bahwa hakim memiliki peran penting dalam menguji kebenaran keterangan yang disampaikan oleh pengacara yang menjadi saksi atau ahli. Hakim dapat melakukan komparasi dengan literatur dan data yang relevan untuk menilai validitas keahlian yang disampaikan.

Jaksa juga menanyakan pengalaman Maruarar terkait situasi serupa selama menjabat sebagai Hakim Konstitusi. Maruarar mengaku belum pernah menghadapi perkara di mana seorang pengacara juga menjadi saksi atau ahli untuk kliennya.

Menanggapi pertanyaan jaksa mengenai pandangannya jika penasihat hukum terdakwa juga menjadi saksi atau ahli dalam persidangan, Maruarar menyerahkan penilaian secara objektif, independen, dan imparsial kepada hakim. Ia merujuk pada analogi dalam perkara perdata, di mana hubungan keluarga dekat dapat mempengaruhi objektivitas saksi.

Dalam persidangan, pengacara Hasto, Ronny Talapessy, juga menggali pendapat Maruarar mengenai hierarki peraturan perundang-undangan. Ronny menanyakan apakah Standar Operasional Prosedur (SOP) internal lembaga dapat mengalahkan Undang-Undang secara konstitusi.

Maruarar menegaskan bahwa secara hierarki, SOP internal lembaga tidak dapat mengalahkan Undang-Undang. Jika terdapat keraguan, pihak yang bersangkutan dapat mengajukan judicial review. Ia juga menyinggung pengalamannya sebagai mantan ketua pengadilan, di mana ia pernah menyaksikan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tanpa saksi yang memadai. Hal ini, menurutnya, dapat mempengaruhi keabsahan alat bukti.

Maruarar menekankan pentingnya proses penggeledahan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia mengutip doktrin "buah pohon beracun" (fruit of the poisonous tree) yang menyatakan bahwa barang bukti yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat digunakan dalam persidangan.

Kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto adalah dugaan menghalangi penyidikan kasus suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto dituduh memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone agar tidak terlacak oleh KPK, serta memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponselnya menjelang pemeriksaan KPK. Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku.