Gelombang Protes Guncang Bangkok: PM Thailand Didesak Mundur Akibat Skandal Telepon Kontroversial

Bangkok, Thailand – Ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan di Bangkok, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra di tengah badai kontroversi yang dipicu oleh bocornya percakapan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen. Aksi demonstrasi yang digelar di depan Government House, Kamis (19/6/2025), mencerminkan kemarahan publik yang meluas terhadap dugaan tindakan PM Paetongtarn yang dinilai merugikan kepentingan nasional.

Skandal ini bermula dari terungkapnya rekaman percakapan telepon yang kontroversial. Dalam rekaman tersebut, PM Paetongtarn diduga menggunakan diksi yang merendahkan terhadap komandan militer Thailand dan menyebut Hun Sen sebagai "paman". Ungkapan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, yang menilai bahwa PM Paetongtarn telah melanggar etika dan membahayakan hubungan diplomatik antara Thailand dan Kamboja.

Implikasi politik dari skandal ini sangat signifikan. Partai Bhumjaithai, mitra koalisi utama dalam pemerintahan PM Paetongtarn, telah menarik diri dari koalisi tersebut. Partai tersebut menuduh PM Paetongtarn telah merusak citra negara dan menghina martabat militer Thailand. Keluarnya Bhumjaithai dari koalisi semakin memperlemah posisi PM Paetongtarn dan meningkatkan tekanan untuk mengundurkan diri.

Aksi demonstrasi dipenuhi oleh massa yang mengenakan pakaian kuning, warna yang secara tradisional dikaitkan dengan monarki Thailand. Para pengunjuk rasa, yang sebagian besar terdiri dari orang tua, membawa bendera Thailand dan spanduk bertuliskan kecaman terhadap PM Paetongtarn. Mereka menuduh PM Paetongtarn, yang berusia 38 tahun, kurang memiliki kecakapan diplomatik dan mengkhawatirkan dampaknya terhadap negara.

Seorang pengunjuk rasa berusia 68 tahun, Kanya Hanotee, mengungkapkan kekecewaannya atas rekaman yang bocor tersebut. Ia menyatakan bahwa PM Paetongtarn tidak memiliki keterampilan negosiasi yang diperlukan untuk memimpin negara dan mempertanyakan legitimasi kekuasaannya.

Massa meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah dan menyerukan PM Paetongtarn untuk meninggalkan jabatannya. Puluhan polisi anti huru hara dikerahkan untuk mengawasi jalannya demonstrasi dan mencegah terjadinya kericuhan. Kehadiran polisi menunjukkan keseriusan situasi dan potensi eskalasi konflik.

Banyak dari pengunjuk rasa adalah pendukung setia gerakan "Yellow Shirts", sebuah kelompok konservatif dan pro-kerajaan yang telah lama menentang dinasti politik mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Gerakan ini melihat skandal yang melibatkan PM Paetongtarn sebagai kesempatan untuk melemahkan pengaruh politik keluarga Shinawatra dan menegaskan kembali nilai-nilai tradisional Thailand.

Situasi politik di Thailand saat ini sangat tegang dan tidak pasti. Masa depan pemerintahan PM Paetongtarn Shinawatra berada di ujung tanduk, dan belum jelas bagaimana krisis ini akan diselesaikan. Tekanan dari publik dan oposisi terus meningkat, dan PM Paetongtarn menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kekuasaannya.