Profesor Geografi India Terjebak di Perbatasan Iran Usai Serangan Udara
Impian Mendaki Berubah Menjadi Mimpi Buruk: Kisah Felguni Dey di Iran
Felguni Dey, seorang profesor geografi dan pendaki amatir asal Kolkata, India, mengalami pengalaman pahit saat mencoba mendaki Gunung Damavand di Iran. Perjalanannya yang dimulai dengan semangat tinggi berubah menjadi perjuangan untuk bertahan hidup setelah serangkaian kejadian tak terduga.
Dey tiba di Iran pada 6 Juni, namun pendakiannya harus dibatalkan karena badai salju. Ketika ia mencoba untuk kembali ke India, situasi semakin rumit. Pada 12 Juni, serangan udara yang dilancarkan oleh Israel menyebabkan penutupan wilayah udara Iran dan menghentikan semua penerbangan, termasuk penerbangan yang seharusnya membawanya pulang.
Setelah selamat dari serangan bom di Teheran, Dey memutuskan untuk mencari jalan keluar melalui jalur darat. Ia berhasil mencapai Astara, sebuah kota perbatasan dengan Azerbaijan, dengan harapan bisa menyeberang dan terbang kembali ke India dari Baku. Namun, harapannya pupus ketika otoritas Azerbaijan menolak mengizinkannya masuk tanpa kode migrasi khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah Azerbaijan.
"Saya mungkin berhasil lolos dari bom di Teheran dengan melakukan perjalanan ini, tetapi sekarang saya terjebak di perbatasan darat Astara Iran karena otoritas Azerbaijan tidak mau menerima saya di negara mereka tanpa kode migrasi khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, dan e-visa saya tidak akan berlaku," ungkap Dey dalam pesan suara yang disampaikan kepada PTI.
Terjebak di Astara, Dey menghadapi ketidakpastian dan kesulitan yang luar biasa. Ia telah memesan kamar hotel dan penerbangan dari Baku ke Mumbai, tetapi semuanya dibatalkan. Ia merasa frustrasi karena tidak ada yang memberitahunya sebelumnya bahwa e-visa saja tidak cukup untuk menyeberang ke Azerbaijan melalui darat, terutama dalam situasi yang tidak stabil seperti saat ini.
Proses pengajuan kode migrasi khusus memakan waktu minimal 15 hari, sementara Dey tidak tahu bagaimana ia akan bertahan selama itu. Ia mengaku kelelahan fisik dan emosional, dan merasa putus asa karena semua upaya dan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga dan teman-temannya tampaknya sia-sia.
Untungnya, Dey tidak sepenuhnya sendirian. Ia mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Wakil Rektor Universitas Calcutta, Santa Dutta, pendaki gunung Debasish Biswas, dan seorang pejabat senior dari kedutaan India di Teheran, Balaram Shukla. Kedutaan India di Teheran dan Baku juga bekerja sama untuk meyakinkan Azerbaijan agar mengizinkan Dey lewat, mengingat situasi darurat yang dihadapinya.
Perjalanan sejauh 500 km dari Teheran ke Astara juga penuh dengan tantangan. Dengan pembatasan bahan bakar di seluruh Iran, pengemudi harus sering berhenti untuk mengisi bahan bakar dan memenuhi kebutuhan pokok. Namun, Dey merasa berterima kasih atas kebaikan dan kemanusiaan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang membantunya selama perjalanan.
Saat ini, Dey sedang mempertimbangkan untuk melakukan perjalanan melelahkan selama delapan jam ke perbatasan Armenia, berharap bisa menemukan jalan keluar lebih cepat melalui negara tersebut. Meskipun kondisinya sedang tidak prima, ia bertekad untuk terus berjuang dan bertahan hidup, dengan mengandalkan kebaikan orang-orang asing yang telah membantunya.
Situasi yang dialami Felguni Dey menyoroti dampak dari konflik dan ketegangan geopolitik terhadap kehidupan individu. Kisahnya adalah pengingat akan pentingnya solidaritas dan bantuan kemanusiaan dalam menghadapi masa-masa sulit.