Revisi KUHAP: Pakar Hukum Kritik Definisi Penyidikan yang Berpotensi Bias Terhadap Tersangka

Revisi KUHAP: Pakar Hukum Kritik Definisi Penyidikan yang Berpotensi Bias Terhadap Tersangka

Jakarta - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi sorotan tajam dari pakar hukum pidana, Chairul Huda, terkait definisi 'penyidikan' yang dinilai berpotensi menimbulkan bias dalam proses penegakan hukum. Dalam forum diskusi bersama Komisi III DPR, Chairul mengkritisi rumusan penyidikan yang terkesan mengarahkan pada penetapan tersangka sebagai tujuan akhir.

Menurut Chairul, definisi penyidikan yang ideal seharusnya lebih netral dan fleksibel. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum dalam upaya mencari dan menetapkan tersangka. Ia menekankan bahwa proses penyidikan tidak selamanya harus berujung pada penetapan seseorang sebagai tersangka. Sebaliknya, penyidikan harus dapat dihentikan jika memang tidak ditemukan adanya unsur pidana atau bukti yang cukup.

"Seolah-olah penyidikan itu ujungnya harus penetapan tersangka, padahal penyidikan bisa dua sisi, bisa menetapkan tersangka, bisa tidak," ungkap Chairul dalam forum tersebut.

Chairul menyoroti definisi penyidikan dalam KUHAP yang saat ini berlaku, yakni "serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti guna membuat terang tindak pidana serta menemukan tersangka". Rumusan ini, menurutnya, cenderung bias dan berpotensi mendorong penyidik untuk berorientasi pada penemuan tersangka dengan segala cara.

Untuk mengatasi masalah ini, Chairul mengusulkan agar definisi penyidikan dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP (RUU KUHAP) yang tertuang di Pasal 1 angka 5 dinetralisir. Ia mengusulkan penambahan ketentuan yang menyatakan bahwa penyidikan juga bertujuan "guna menetapkan peristiwa bukan tindak pidana, atau tidak cukup bukti sebagai tindak pidana".

Dengan adanya penambahan ini, diharapkan penyidik tidak lagi terpaku pada target penetapan tersangka dan terhindar dari tindakan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut. Chairul juga menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses penyidikan, seperti tindakan kekerasan atau penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka.

Lebih lanjut, Chairul mengusulkan agar teknis penyidikan tidak diatur secara rinci dalam KUHAP. Ia berpendapat bahwa setiap jenis tindak pidana memiliki karakteristik dan kompleksitas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar teknis penyidikan diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) yang lebih fleksibel dan mudah disesuaikan dengan perkembangan modus operandi kejahatan.

"Jadi biarlah diatur dalam Perpol supaya lebih luwes, perubahannya juga mengikuti perkembangan, kan namanya tindak pidana itu kan modus-modus terus berkembang," pungkasnya.

Berikut poin-poin usulan Chairul Huda:

  • Definisi penyidikan dalam KUHAP harus lebih netral dan fleksibel.
  • Penyidikan tidak harus berujung pada penetapan tersangka.
  • Rumusan penyidikan harus mencakup kemungkinan penghentian penyidikan jika tidak ditemukan unsur pidana.
  • Teknis penyidikan sebaiknya diatur dalam Perpol agar lebih fleksibel dan adaptif.