Minimnya Pemahaman Masyarakat Jadi Celah Penipuan Jual Beli Rumah Cessie
Maraknya kasus penipuan dalam jual beli rumah dengan skema cessie menjadi perhatian serius. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai mekanisme transaksi ini disinyalir menjadi penyebab utama tingginya angka penipuan. Seorang pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr. Ghansham Anand, menjelaskan bahwa edukasi yang memadai sangat penting untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik merugikan ini.
Cessie sendiri merupakan pengalihan hak tagih piutang dari kreditur lama (biasanya bank) kepada kreditur baru. Dalam konteks jual beli rumah, bank yang memiliki piutang bermasalah (kredit macet) dengan jaminan properti, dapat mengalihkan hak tagihnya kepada pihak lain. Pihak yang membeli hak tagih ini kemudian berhak untuk menagih utang kepada debitur.
Ghansham mencontohkan, jika sebuah bank memiliki tagihan sebesar Rp 1 miliar dengan jaminan sebuah rumah, bank tersebut dapat menjual hak tagih ini kepada pembeli cessie. Pembeli cessie ini kemudian menggantikan posisi bank sebagai kreditur dan berhak untuk menagih utang tersebut. Jika debitur gagal membayar (wanprestasi), kreditur baru berhak untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan, yaitu rumah tersebut.
Namun, Ghansham menekankan bahwa pembeli cessie tidak secara otomatis menjadi pemilik rumah tersebut. Prosesnya tidak sesederhana itu. Setelah eksekusi, rumah tersebut harus melalui proses lelang. Seringkali, dalam praktik, pihak kreditur atau kerabatnya ikut dalam lelang dan memenangkan lelang tersebut. Barulah setelah itu, pihak yang memenangkan lelang memiliki hak untuk memperjualbelikan rumah tersebut kepada pihak lain.
Lebih lanjut, jika debitur atau pemilik rumah enggan mengosongkan rumah, kreditur baru perlu mengajukan permohonan eksekusi riil ke pengadilan. Proses ini memerlukan waktu dan biaya tambahan. Ghansham menyoroti banyak kasus di mana rumah yang belum dimenangkan dalam lelang sudah diperjualbelikan kepada orang lain. Hal ini tentu sangat merugikan pembeli karena mereka belum memiliki hak yang sah atas properti tersebut.
"Banyak orang tergiur dengan harga murah dan janji-janji manis, seolah-olah sudah menjadi pemilik rumah. Padahal, proses lelang dan eksekusi belum dilakukan," ujar Ghansham. Ia menambahkan bahwa proses pengosongan atau eksekusi rumah harus dilakukan oleh pihak pengadilan. Ironisnya, dana yang seharusnya digunakan untuk proses lelang dan eksekusi seringkali tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan melakukan riset mendalam sebelum terlibat dalam jual beli rumah cessie. Pemahaman yang baik mengenai mekanisme dan risiko yang terlibat sangat penting untuk menghindari potensi penipuan.