ICJR Soroti Tren Kenaikan Hukuman Mati di Tengah Reformasi KUHP
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) baru-baru ini menyampaikan laporan yang menyoroti adanya peningkatan signifikan dalam penerapan hukuman mati di Indonesia sepanjang tahun 2024. Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas reformasi hukum pidana yang tengah berjalan, terutama mengingat pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru tahun 2023 yang diharapkan membawa perubahan positif dalam sistem peradilan.
Menurut data yang dihimpun ICJR, terdapat 303 perkara baru pada tahun 2024 yang melibatkan tuntutan atau vonis hukuman mati, dengan total 340 terdakwa. Angka ini menunjukkan peningkatan yang cukup mencolok dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada tahun 2023 tercatat 218 perkara dengan 242 terdakwa, dan pada tahun 2022 terdapat 132 perkara dengan 145 terdakwa. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 (146 perkara dengan 171 terdakwa), tren secara keseluruhan menunjukkan peningkatan penggunaan hukuman mati dalam beberapa tahun terakhir.
Peneliti ICJR, Iftitah Sari, menyatakan bahwa peningkatan ini terjadi justru di saat seharusnya ada transisi menuju penghapusan hukuman mati, sebagaimana diamanatkan dalam KUHP 2023. KUHP baru tersebut memberikan peluang untuk mengganti hukuman mati dengan pidana percobaan selama 10 tahun, yang jika terpidana berkelakuan baik, hukuman mati dapat dibatalkan. Namun, data menunjukkan bahwa implementasi KUHP baru belum berdampak signifikan terhadap pengurangan penggunaan hukuman mati.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah kasus anak yang dituntut hukuman mati di Pengadilan Negeri Palembang. Meskipun majelis hakim menolak tuntutan jaksa dan menjatuhkan vonis maksimal 10 tahun penjara, upaya hukum terus berlanjut hingga tingkat kasasi. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada upaya dari pihak penuntut untuk mempertahankan hukuman mati dalam kasus-kasus tertentu.
Hingga akhir tahun 2024, tercatat ada 562 orang yang menunggu eksekusi mati di Indonesia. Jumlah ini meningkat 10 persen dibandingkan periode 2023-2024. Peningkatan ini memang lebih rendah dibandingkan periode 2022-2023 yang mencapai 19 persen, namun tetap mengkhawatirkan.
ICJR menilai bahwa tingginya angka kasus dan terdakwa yang divonis hukuman mati menunjukkan belum adanya perubahan nyata dalam perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Iftitah Sari menekankan bahwa tanpa perubahan sikap dan kebijakan yang konkret, transisi yang dijanjikan dalam KUHP baru hanya akan menjadi formalitas belaka dan tidak akan membawa keadilan serta perlindungan hak asasi manusia yang diharapkan.
Temuan ini menggarisbawahi perlunya evaluasi mendalam terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia, khususnya terkait penerapan hukuman mati. Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa reformasi hukum pidana berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan memberikan perlindungan yang memadai bagi setiap individu.