Penertiban Bangunan Ilegal di Gabus Bekasi Ungkap Praktik Bisnis Sewa Lahan Negara Mencapai Puluhan Juta Rupiah

Penertiban Bangunan Ilegal di Gabus Bekasi Ungkap Praktik Bisnis Sewa Lahan Negara Mencapai Puluhan Juta Rupiah

Penertiban bangunan ilegal di Kampung Gabus, Desa Srimukti, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, memicu reaksi beragam dari masyarakat. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa tindakan ini diambil demi kepentingan yang lebih luas, meskipun disadari menimbulkan kekecewaan bagi sebagian warga, terutama para pedagang kecil yang kehilangan tempat usaha mereka.

"Pasti ada kekecewaan, dan sebagai pemimpin, kita harus memilih yang terbaik untuk kepentingan bersama," ujar Dedi Mulyadi, Kamis (19/6/2025). Pemerintah daerah berjanji akan memberikan solusi bagi para pedagang kecil yang terdampak penertiban. Namun, Dedi Mulyadi menegaskan tidak akan memberikan toleransi kepada pihak-pihak yang terbukti mendirikan dan menyewakan bangunan ilegal di atas tanah negara.

Menurut Dedi Mulyadi, praktik penyewaan bangunan ilegal di bantaran sungai merupakan bisnis terorganisir. Oknum-oknum tertentu memanfaatkan tanah negara untuk membangun dan menyewakan bangunan kepada pedagang kecil dengan harga bervariasi. Ironisnya, dari praktik ilegal ini, mereka bisa meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah per bulan. “Satu lapak bisa disewakan dengan harga satu juta atau lima ratus ribu rupiah. Jika mereka memiliki 50 lapak, maka keuntungannya bisa mencapai 50 juta rupiah,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sebagian besar warga sebenarnya menerima penertiban ini. Hanya sebagian kecil yang melakukan protes keras. Dedi Mulyadi juga mengungkapkan bahwa wilayah Tambun Utara sangat rawan penyalahgunaan lahan negara karena lokasinya strategis dan dekat dengan kawasan industri. Hal ini mendorong banyak pihak untuk memanfaatkan lahan negara demi keuntungan pribadi.

Kunjungan Gubernur dan Penertiban Bangunan Liar

Kunjungan Dedi Mulyadi ke Kampung Gabus pada pertengahan Juni 2025 menjadi titik awal penertiban bangunan liar di kawasan tersebut. Tidak lama setelah kunjungan itu, Satpol PP Kabupaten Bekasi membongkar sekitar 50 bangunan liar di sepanjang Jalan Kong Isah. Bangunan-bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik Perum Jasa Tirta, sebuah BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air.

Pemerintah berencana melakukan normalisasi kawasan dan membangun fasilitas yang dikelola oleh Dinas SDA Jawa Barat, berdasarkan perintah langsung dari Dedi Mulyadi kepada Bupati Bekasi. Namun, tindakan ini memicu kekecewaan dari warga setempat, terutama para pedagang kecil yang kehilangan mata pencaharian.

Irwansyah (51), seorang pemilik warung kopi, merasa dikhianati karena tidak mendapat pemberitahuan saat Dedi Mulyadi datang. Ia mengaku kecewa karena pembongkaran dilakukan hanya beberapa hari setelah kunjungan gubernur. “Tidak ada pemberitahuan, hanya membuat konten saja,” keluh Irwansyah, yang menyebut bahwa banyak warga yang digusur adalah pendukung Dedi Mulyadi saat pemilihan gubernur.

Meski demikian, pemerintah kecamatan memberikan ruang bagi warga untuk tetap berdagang asalkan tidak mendirikan bangunan permanen. Namun, kekecewaan tetap dirasakan oleh sebagian warga, yang mempertanyakan kembali kepercayaan mereka terhadap kepemimpinan Dedi Mulyadi.

Berikut poin-poin penting dalam berita:

  • Penertiban bangunan liar di Kampung Gabus, Bekasi, menimbulkan pro dan kontra.
  • Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan penertiban demi kepentingan umum, namun mengakui ada kekecewaan warga.
  • Praktik ilegal penyewaan lahan negara terungkap, menghasilkan puluhan juta rupiah per bulan.
  • Sebagian warga kecewa karena merasa tidak diberi tahu dan kehilangan mata pencaharian.
  • Pemerintah memberikan solusi bagi pedagang kecil, namun tetap menindak tegas pelaku penyewaan lahan ilegal.