Polemik Internal Partai Ummat Memanas: Gugatan PTUN Mengintai di Tengah Perubahan AD/ART Kontroversial

Konflik Internal Partai Ummat Bereskalasi: Gugatan PTUN Mengancam

Partai Ummat saat ini tengah menghadapi gejolak internal yang signifikan, ditandai dengan potensi gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Perselisihan ini bermula dari ketidakpuasan sejumlah pengurus daerah terhadap perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang dianggap dilakukan secara sepihak, serta perubahan struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang diprakarsai oleh Ketua Majelis Syura, Amien Rais. Penolakan terhadap perubahan ini menjadi pemicu utama keretakan di dalam tubuh partai.

Inti dari permasalahan ini adalah serangkaian penundaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang seharusnya menjadi wadah untuk membahas persiapan Musyawarah Nasional (Munas) dan pemilihan ketua umum yang baru. Penundaan ini, yang beralasan mulai dari menunggu pelantikan presiden hingga mencari momentum politik yang lebih tepat terkait Pilkada 2024, menimbulkan kekecewaan di kalangan pengurus daerah. Puncaknya, Majelis Syura secara tiba-tiba mengadakan musyawarah di Jakarta pada Desember 2024 dan memutuskan untuk mengubah AD/ART partai secara sepihak. Keputusan ini dinilai menghilangkan mekanisme demokratis yang selama ini berlaku, seperti musyawarah nasional, wilayah, dan daerah, serta menghilangkan mekanisme pertanggungjawaban ketua umum dan pengurus wilayah melalui forum musyawarah. Akibatnya, seluruh kewenangan partai terkonsentrasi di tangan Ketua Majelis Syura tanpa melalui proses kolektif.

Perubahan AD/ART yang kontroversial ini memicu reaksi keras dari berbagai pengurus daerah. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahkan mengambil langkah ekstrem dengan membubarkan diri sebagai bentuk protes terhadap dominasi Majelis Syura. Sedikitnya 24 DPW dilaporkan telah menyampaikan keberatan resmi kepada Mahkamah Partai, yang kemudian menyatakan laporan tersebut sebagai sengketa internal yang sah. Merespons situasi ini, sejumlah pengurus yang menolak perubahan AD/ART mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menunda pengesahan AD/ART baru dan susunan kepengurusan yang diajukan oleh kubu Amien Rais. Meskipun demikian, Kemenkumham tetap menerbitkan keputusan yang mengesahkan perubahan tersebut, seolah-olah mengabaikan adanya sengketa internal yang sedang berlangsung.

Merespon hal tersebut, pihak yang kontra terhadap perubahan AD/ART melayangkan somasi ke Kemenkumham agar membatalkan surat keputusan pengesahan AD/ART. Apabila somasi ini tidak ditanggapi maka pihak yang kontra tidak segan-segan mengajukan gugatan ke PTUN. Pihak yang menggugat menilai bahwa tindakan Majelis Syura dan pengurus baru yang mengabaikan mekanisme musyawarah telah mengkhianati prinsip dasar Partai Ummat yang didirikan untuk menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Kondisi ini semakin memperburuk suasana internal partai dan membuka potensi perpecahan yang lebih dalam.

Berikut adalah poin-poin utama konflik internal Partai Ummat:

  • Penundaan Rakernas: Penundaan yang berlarut-larut memicu kekecewaan pengurus daerah.
  • Perubahan AD/ART Sepihak: Penghapusan mekanisme demokratis memicu protes keras.
  • Dominasi Majelis Syura: Konsentrasi kekuasaan di tangan Ketua Majelis Syura dianggap tidak demokratis.
  • Pembubaran DPW: DPW DIY membubarkan diri sebagai bentuk protes.
  • Somasi dan Gugatan PTUN: Langkah hukum diambil sebagai upaya terakhir untuk membatalkan perubahan AD/ART.

Konflik internal ini menjadi ujian berat bagi Partai Ummat dalam menghadapi tantangan politik ke depan.