Kemayoran: Dari Tanah Mayor VOC Hingga Pusat Perayaan Jakarta

Jakarta, kota metropolitan yang dinamis, menyimpan jejak sejarah panjang di setiap sudutnya. Salah satu kawasan yang menyimpan cerita menarik adalah Kemayoran. Lebih dari sekadar lokasi Jakarta International Expo (JIExpo) yang setiap tahunnya menjadi pusat perhelatan Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran memiliki akar sejarah yang terkait erat dengan masa kolonial.

Nama "Kemayoran" sendiri, sebagaimana tercatat dalam berbagai sumber sejarah, berasal dari pangkat seorang perwira tinggi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), Mayor Isaac de l'Ostale de Saint Martin. Sosok bangsawan kelahiran Prancis ini, yang mengabdikan diri pada VOC, memiliki peran signifikan dalam sejarah wilayah tersebut. Jasa-jasanya dalam berbagai operasi militer, termasuk membantu Kesultanan Mataram dan menumpas pemberontakan di Banten, dihargai dengan pemberian tanah yang luas di wilayah timur Sungai Bekasi, Cinere, Tegal Angus, hingga Ancol. Dari sinilah, sebutan "Mayoran" mulai melekat pada salah satu kawasan yang dikuasainya, yang kemudian berkembang menjadi Kemayoran.

Jejak Sang Mayor dan Transformasi Kemayoran

Isaac de Saint Martin, lahir pada tahun 1629, bukan hanya seorang perwira militer. Ia adalah bagian dari jaringan kekuasaan VOC yang memiliki pengaruh besar di wilayah Batavia dan sekitarnya. Tanah yang dikuasainya di Kemayoran menjadi saksi bisu perubahan zaman. Dari sebuah wilayah yang dikuasai oleh seorang mayor VOC, Kemayoran kemudian berkembang menjadi lokasi Bandara Internasional Kemayoran, yang menjadi pintu gerbang udara bagi Indonesia selama beberapa dekade. Setelah bandara dipindahkan, Kemayoran bertransformasi menjadi kawasan perdagangan dan hiburan yang modern.

Saat ini, di atas lahan yang dulunya dikuasai oleh Isaac de Saint Martin, berdiri JIExpo, sebuah kompleks pameran dan konvensi yang menjadi tuan rumah bagi berbagai acara berskala nasional dan internasional. Salah satu acara yang paling populer adalah PRJ, atau Jakarta Fair, yang menjadi agenda tahunan warga Jakarta dan sekitarnya. PRJ, yang pada tahun 2025 kembali digelar mulai 19 Juni hingga 13 Juli, menawarkan berbagai atraksi, mulai dari konser musik, pameran produk, wahana permainan, hingga kuliner.

PRJ: Dari Ide Ali Sadikin Hingga Pesta Rakyat

Ide awal penyelenggaraan PRJ sendiri berasal dari Gubernur DKI Jakarta pada masa itu, Ali Sadikin. Terinspirasi oleh kemeriahan Pasar Gambir di Batavia pada masa lalu, serta berbagai ajang pameran dunia seperti Hamburg Fair dan Leipzig Fair, Ali Sadikin menggagas Jakarta Fair sebagai sarana untuk mempromosikan produk-produk dalam negeri. Meskipun awalnya tidak mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat, Ali Sadikin tetap bertekad untuk mewujudkan visinya. Ia bahkan berupaya menggunakan istilah Indonesia.

Lahan pertama yang digunakan untuk PRJ hanyalah sebuah padang rumput yang tidak terurus di sudut Lapangan Monas. Namun, seiring berjalannya waktu, PRJ terus berkembang menjadi ajang pameran dan hiburan terbesar di Jakarta. Luas lahan yang digunakan pun bertambah secara bertahap, dari 11 hektare pada tahun 1968, menjadi 18 hektare pada tahun 1969, dan 21 hektare pada tahun 1970. Kini, PRJ telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ulang tahun Jakarta, menarik jutaan pengunjung setiap tahunnya.

Kemayoran, dengan sejarahnya yang kaya dan transformasinya yang dinamis, menjadi contoh bagaimana sebuah wilayah dapat berubah seiring berjalannya waktu. Dari tanah yang dikuasai oleh seorang mayor VOC, kini Kemayoran menjadi pusat perayaan dan aktivitas ekonomi yang penting bagi Jakarta dan Indonesia.