Proyek Seaplane dan Glamping di Rinjani Menuai Penolakan dari Pelaku Wisata Lokal

Rencana pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi gelombang penolakan dari para pelaku usaha pariwisata di Lombok Timur dan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Penolakan ini didasari kekhawatiran akan dampak negatif terhadap ekonomi lokal, ekosistem, dan kelestarian alam Gunung Rinjani.

Zaenal Abidin, seorang pemilik usaha trekking organizer, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa proyek ini akan mengurangi jumlah wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Dampaknya, kata dia, tidak hanya dirasakan oleh pemilik usaha, tetapi juga para porter dan pemilik penginapan yang mengandalkan pendapatan dari aktivitas wisata di Rinjani.

"Jika proyek ini terealisasi, orang-orang akan langsung terbang menuju Danau Segara Anak. Ini akan menjadi ancaman besar," ujar Zaenal, menyoroti potensi kerusakan ekosistem akibat peningkatan aktivitas dan perubahan pola kunjungan wisatawan.

Senada dengan Zaenal, Muji Sembahulun, pengusaha trekking organizer lainnya dari Sembalun, Lombok Timur, dengan tegas menolak wacana pengoperasian seaplane. Ia meyakini bahwa proyek ini akan merugikan pelaku jasa wisata lokal di Sembalun. Penginapan akan sepi, dan para porter, pedagang, serta pemandu wisata akan terdampak secara signifikan.

Rahmat Hidayat, pemilik penginapan di kawasan Sembalun, juga menyampaikan penolakan serupa. Ia khawatir okupansi penginapannya akan menurun jika wisatawan lebih memilih menggunakan seaplane dan tidak lagi menginap di penginapan lokal.

"Kalau mereka terbang dari Bali, kemungkinan besar mereka tidak akan menginap di tempat kami. Setelah menikmati Rinjani, mereka pasti akan langsung kembali," kata Rahmat, menggambarkan potensi hilangnya pendapatan bagi penginapan lokal.

Royal Sembahulun, Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani, menegaskan penolakan forumnya terhadap rencana tersebut. Menurutnya, meskipun masih berupa wacana, proyek ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku jasa wisata di sekitar Rinjani.

"Sebagai forum yang menaungi semua pelaku jasa wisata di lingkar Rinjani, kami menolak rencana ini dengan tegas," ujar Royal. Ia menambahkan bahwa meskipun siapa pun berhak mengajukan izin usaha di kawasan Rinjani, penting untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat lokal.

Penolakan keras ini mencerminkan kekhawatiran mendalam di kalangan pelaku wisata lokal mengenai potensi dampak negatif dari proyek seaplane dan glamping. Mereka khawatir proyek ini akan mengancam mata pencaharian mereka, merusak ekosistem Rinjani, dan mengubah pola kunjungan wisatawan secara signifikan.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi dasar penolakan:

  • Dampak Ekonomi: Penurunan pendapatan bagi pemilik usaha trekking organizer, porter, pemilik penginapan, pedagang, dan pemandu wisata.
  • Kerusakan Ekosistem: Potensi pencemaran dan gangguan terhadap flora dan fauna Rinjani akibat peningkatan aktivitas wisatawan.
  • Perubahan Pola Kunjungan: Wisatawan lebih memilih menggunakan seaplane dan tidak lagi menginap di penginapan lokal, mengurangi interaksi dengan masyarakat lokal.
  • Kurangnya Pertimbangan Dampak Lokal: Kurangnya konsultasi dan pertimbangan terhadap dampak proyek terhadap mata pencaharian dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal.