Polemik Penggunaan Bahasa Inggris dalam Pelantikan Rektor UPI, Komisi X DPR RI Angkat Bicara
Polemik Penggunaan Bahasa Inggris dalam Pelantikan Rektor UPI, Komisi X DPR RI Angkat Bicara
Penggunaan frasa berbahasa Inggris dalam sumpah jabatan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada pelantikan yang digelar Senin, 16 Juni 2025 lalu, menuai sorotan. Pelantikan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UPI, Komisaris Jenderal Pol (Purn) Drs Nanan Soekarna, diwarnai dengan penyisipan kalimat berbahasa Inggris dalam momen sakral tersebut.
Kalimat yang menjadi perhatian adalah: "Bahwa saya akan menghindarkan diri dari perbuatan tercela serta menjunjung tinggi prinsip values for value, full commitment no conspiracy, dan defender integrity." Penggunaan bahasa asing dalam acara resmi kenegaraan ini kemudian memicu reaksi dari berbagai pihak.
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyampaikan keprihatinannya terkait peristiwa ini. Ia menekankan pentingnya mengedepankan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, terutama di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, kampus sebagai lembaga pendidikan seharusnya menjadi contoh dalam mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan, termasuk dalam penggunaan bahasa.
Ledia Hanifa Amaliah juga menyoroti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 31 undang-undang tersebut secara jelas mengatur kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan, termasuk pelantikan pejabat publik di lingkungan pendidikan tinggi. Ia berharap agar seluruh elemen bangsa mematuhi aturan ini demi menjaga simbol-simbol kedaulatan negara.
Reaksi keras juga datang dari Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, yang memilih meninggalkan acara pelantikan sebagai bentuk protes terhadap penggunaan bahasa Inggris. Cucun menilai bahwa prosesi sumpah jabatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Ledia Hanifa Amaliah sependapat dengan Cucun bahwa kampus seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga Bahasa Indonesia di ruang-ruang akademik dan kelembagaan. Ia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama lembaga pendidikan dan civitas akademika.
Komisi X DPR RI mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk mengambil langkah korektif dan evaluasi terkait kejadian ini. Langkah-langkah tersebut dapat berupa surat imbauan maupun pembinaan berkelanjutan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Ledia Hanifa Amaliah mengakui bahwa penggunaan bahasa asing dalam konteks akademik seperti jurnal internasional, seminar, atau kolaborasi riset lintas negara adalah hal yang wajar. Namun, ia menilai bahwa menjadikan bahasa asing sebagai bahasa utama dalam prosesi kelembagaan seperti pelantikan pejabat kampus adalah tindakan yang kurang tepat. Menurutnya, Bahasa Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dalam kegiatan formal di dalam negeri.
Ia juga menyinggung pengakuan Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi dalam Konferensi Umum UNESCO pada tanggal 20 November 2023. Pengakuan ini menempatkan Bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa-bahasa internasional lainnya seperti Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.
Oleh karena itu, Ledia Hanifa Amaliah mengajak semua pihak untuk bangga menggunakan Bahasa Indonesia dalam setiap kesempatan. Ia menekankan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang telah diakui oleh dunia internasional.
Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Penggunaan bahasa Inggris dalam sumpah jabatan Rektor UPI menuai polemik.
- Komisi X DPR RI mendesak Kemendiktisaintek untuk melakukan evaluasi.
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam acara resmi kenegaraan.
- Bahasa Indonesia telah diakui sebagai bahasa resmi oleh UNESCO.