Kementerian ATR/BPN Intensifkan Penanganan Kompleksitas Pertanahan di Wilayah Transmigrasi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah berupaya keras mengatasi berbagai permasalahan kompleks yang membelit lahan di kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia. Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan, menegaskan bahwa isu-isu pertanahan di wilayah transmigrasi bersifat multidimensional dan memerlukan solusi yang komprehensif dan terstruktur.
Dalam sebuah acara penyerahan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada warga transmigrasi lokal di Sukabumi, Jakarta Selatan, Ossy mengungkapkan sejumlah tantangan utama yang dihadapi. Salah satu masalah krusial adalah ketidaksesuaian antara subjek hukum yang terdata dengan kondisi lapangan. Banyak penerima lahan transmigrasi awal yang sudah tidak lagi berdomisili di lokasi tersebut. Selain itu, terdapat disparitas antara nama-nama transmigran yang tercantum dalam surat keputusan pemerintah daerah dengan pihak yang saat ini menguasai lahan.
Permasalahan lainnya terletak pada status objek tanah itu sendiri. Sebagian lahan eks-transmigrasi telah ditempati oleh masyarakat setempat, sementara sebagian lainnya mengalami tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), atau bahkan kawasan hutan. Lebih jauh lagi, beberapa bidang tanah menjadi objek sengketa yang berkepanjangan.
"Tantangan yuridis dan regulasi juga menjadi perhatian serius," kata Ossy. "Banyak kawasan transmigrasi yang belum memiliki Hak Pengelolaan (HPL), padahal HPL merupakan landasan penting untuk penerbitan sertifikat hak milik." Keterbatasan data spasial dan yuridis juga mempersulit proses penetapan hak atas tanah.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Kementerian ATR/BPN telah mengambil langkah-langkah strategis, antara lain:
- Mempercepat penerbitan HPL di lokasi-lokasi transmigrasi.
- Membangun sistem integrasi data spasial dan yuridis untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi.
- Mengembangkan peta kawasan transmigrasi berbasis geospasial.
- Menerapkan pendekatan resolusi konflik yang inklusif dan partisipatif.
Ossy menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN, kementerian terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat transmigrasi dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan ini. Ia juga mengingatkan agar setiap solusi yang diambil tidak menimbulkan konflik baru.
Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk terus berupaya menciptakan kepastian hukum atas tanah di kawasan transmigrasi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah tersebut.