Polemik Pelantikan Rektor UPI Berbahasa Inggris: DPR Minta Evaluasi Mendalam

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti penggunaan bahasa Inggris dalam pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Didi Sukyadi. Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyampaikan imbauan kepada seluruh civitas akademika untuk senantiasa mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.

Ledia Hanifa Amaliah menekankan pentingnya institusi pendidikan menjadi teladan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan, terutama dalam penggunaan bahasa Indonesia. Menurutnya, pejabat publik, termasuk rektor, memiliki kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam acara-acara resmi sebagai wujud penghormatan terhadap bahasa persatuan.

Kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Aturan ini mencakup pelantikan pejabat publik di lingkungan pendidikan.

Ledia Hanifa Amaliah berharap seluruh elemen bangsa mematuhi aturan yang tertuang dalam undang-undang tersebut agar tidak mencederai simbol-simbol kedaulatan negara. Ia juga mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk mengambil langkah korektif dan evaluasi terkait peristiwa ini. Menurutnya, kampus seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga bahasa Indonesia.

"Bisa melalui surat imbauan maupun pembinaan berkelanjutan," sebut Ledia terkait langkah yang bisa diambil oleh Kemendiktisaintek.

Lebih lanjut, Ledia Hanifa Amaliah menilai bahwa menjadikan bahasa asing sebagai bahasa utama dalam prosesi kelembagaan merupakan langkah yang kurang proporsional. Ia mengingatkan semua pihak untuk bangga menggunakan bahasa Indonesia di setiap kesempatan.

"Bahasa Inggris penting di tengah era globalisasi, tapi jangan sampai lupa dalam kegiatan formal, bahasa Indonesia harus tetap utama. Apalagi acara dilaksanakan di dalam negeri," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, memilih untuk meninggalkan acara pelantikan Rektor UPI sebagai bentuk protes terhadap penggunaan bahasa Inggris dalam pengucapan sumpah jabatan. Tindakan tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.

"Saya tidak bisa menerima pengucapan sumpah jabatan rektor di institusi pendidikan Indonesia dilakukan dalam bahasa asing. Ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pengucapan sumpah jabatan di lingkungan resmi kenegaraan," kata Cucun kepada wartawan.

Cucun Ahmad Syamsurijal mengungkapkan kekecewaannya dan menyebut peristiwa ini sebagai peringatan serius bagi UPI. Ia menekankan bahwa kampus seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga marwah bahasa Indonesia di ruang-ruang akademik dan kelembagaan.

"Ini adalah teguran keras. Tidak boleh lagi ada institusi pendidikan yang menomorduakan bahasa Indonesia dalam forum resmi. Kita bisa internasional, tetapi tidak boleh mengorbankan identitas nasional," tegasnya.

Polemik ini memicu perdebatan mengenai pentingnya menjaga identitas nasional di tengah arus globalisasi. Penggunaan bahasa Indonesia dalam acara-acara resmi dianggap sebagai simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dijaga.