Lonjakan Harga Cabai Rawit Merah di Lumajang: Petani dan Pedagang Terdampak, Konsumen Menjerit
Lonjakan Harga Cabai Rawit Merah di Lumajang: Petani dan Pedagang Terdampak, Konsumen Menjerit
Pasar Baru Lumajang tengah dilanda gejolak harga komoditas penting, cabai rawit merah. Dalam kurun waktu lima hari terakhir, harga cabai rawit merah mengalami kenaikan signifikan, melonjak dari Rp 80.000 per kilogram menjadi Rp 120.000 per kilogram. Kenaikan drastis ini telah menimbulkan dampak berantai yang dirasakan oleh para petani, pedagang, hingga konsumen.
Devi, salah seorang pedagang di Pasar Baru Lumajang, mengungkapkan keprihatinannya. Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga ini berangsur-angsur terjadi. "Awalnya Rp 80.000, naik sedikit-sedikit sampai sekarang jadi Rp 120.000," ujarnya pada Selasa (11/3/2025). Kenaikan ini bukan hanya menyulitkan pedagang dalam menjalankan usahanya, namun juga membuat daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini semakin diperparah dengan meningkatnya permintaan cabai menjelang bulan Ramadhan, di mana banyak penjual takjil dadakan membutuhkan cabai dalam jumlah besar. Sementara itu, pasokan cabai dari petani justru mengalami penurunan, sehingga pedagang pun kesulitan memenuhi permintaan pasar. "Banyak yang minta, tapi kita punya sedikit, ambil banyak enggak boleh, terus kalau mahal itu orang belinya juga sedikit-sedikit, kecuali emang warung," tambahnya menjelaskan kesulitan yang dihadapinya.
Senada dengan Devi, Yanto, pedagang cabai lainnya, juga mengeluhkan pembatasan pasokan dari pemasok. Ia hanya mampu mendapatkan 5 kilogram cabai per hari, jauh dari kebutuhannya. "Sedikit cabainya, tadi saya minta 10 kilo enggak dikasih, cuma 5 kilo saja sehari," keluhnya. Pembatasan pasokan ini semakin memperburuk situasi dan berdampak langsung pada ketersediaan cabai di pasar. Kondisi ini menunjukkan adanya disparitas antara permintaan dan penawaran yang signifikan.
Dampak kenaikan harga cabai ini juga dirasakan langsung oleh konsumen. Yayan, salah satu pembeli di Pasar Baru Lumajang, mengungkapkan keresahannya. Ia menyatakan bahwa dengan harga yang melambung tinggi, daya beli masyarakat menurun drastis. "Biasanya saya beli cabai Rp 10.000 dan bisa digunakan untuk memasak hingga 3 kali. Namun, dengan kenaikan ini, cabai yang dibelinya hanya bisa digunakan untuk sekali memasak. Setiap hari bikin sambal, biasanya bisa 3 kali, lah sekarang sekali sudah habis, jadi puasa bukan hemat malah makin boros," tuturnya. Keluhan Yayan mewakili keresahan banyak konsumen yang merasa terbebani dengan kenaikan harga cabai di bulan Ramadhan, saat kebutuhan akan cabai justru meningkat.
Kesimpulannya, lonjakan harga cabai rawit merah di Lumajang telah menimbulkan dampak yang signifikan pada berbagai pihak. Dari petani yang mungkin menghadapi kesulitan pasokan, pedagang yang menghadapi penurunan penjualan dan pembatasan pasokan, hingga konsumen yang harus merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perlu adanya upaya dari pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasi masalah ini dan menstabilkan harga cabai agar tidak terus memberatkan masyarakat.