Dirut Sritex Nonaktif Mengaku Kredit Bank Hanya untuk Operasional Perusahaan
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), menyatakan bahwa dirinya hanya mengetahui bahwa pinjaman kredit yang diajukan perusahaan digunakan untuk membiayai operasional dan pengembangan usaha. Hal tersebut disampaikan setelah dirinya menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi penyaluran kredit oleh sejumlah bank daerah dan bank pemerintah.
Kuasa hukum Iwan Kurniawan, Calvin Wijaya, menjelaskan kepada awak media di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Rabu (18/6/2025) sore, bahwa sepengetahuan kliennya, kredit yang diajukan Sritex digunakan untuk kegiatan produktif dan pembayaran kepada pihak ketiga yang berhubungan dengan kegiatan bisnis perusahaan. Menurut Calvin, penggunaan kredit tersebut telah sesuai dengan peruntukan yang disetujui oleh pihak bank.
Pernyataan Iwan Kurniawan ini berbeda dengan temuan penyidik Kejagung sebelumnya. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, pada konferensi pers yang digelar pada Rabu (21/5/2025), mengungkapkan bahwa Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, diduga telah menyalahgunakan fasilitas kredit dari bank daerah untuk membayar utang perusahaan dan membeli aset yang tidak produktif, termasuk tanah di beberapa lokasi seperti Yogyakarta dan Solo.
Iwan Kurniawan sendiri telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejagung sebanyak tiga kali. Pada pemeriksaan terbarunya, ia diperiksa selama kurang lebih tujuh jam dan dicecar dengan 12 pertanyaan. Sebelumnya, ia juga telah memenuhi panggilan penyidik pada tanggal 2 dan 10 Juni 2025.
Dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu:
- DS (Dicky Syahbandinata), Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020.
- Zainuddin Mappa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020.
- Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022.
Nilai pinjaman yang dikucurkan oleh BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar. Kejagung telah menetapkan kasus ini sebagai kerugian keuangan negara karena pembayaran kredit yang macet. Sritex sendiri saat ini dalam kondisi pailit sejak Oktober 2024 dan tidak dapat melakukan pembayaran.
Berdasarkan konstruksi kasus, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari pemberian kredit oleh sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya, yang saat ini masih dalam proses penelusuran oleh penyidik. Selain BJB dan Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395,66 miliar. Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun.
Saat ini, status Bank Jateng serta sindikasi bank BNI, BRI, dan LPEI masih sebatas saksi dalam kasus ini. Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka juga telah ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyidikan.