Jerman Hadapi Gelombang Kejahatan Anti-Muslim yang Mengkhawatirkan
Peningkatan Tajam Kasus Anti-Muslim di Jerman: Laporan Mengungkap Eskalasi Rasisme
Sebuah laporan terbaru mengungkapkan peningkatan dramatis dalam kejahatan dan diskriminasi anti-Muslim di Jerman sepanjang tahun lalu. Data menunjukkan lonjakan sebesar 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan total 3.080 kasus tercatat. Angka ini mengkhawatirkan, mengingat pada tahun 2022, jumlah kasus yang dilaporkan hanya 898.
Rata-rata, lebih dari delapan insiden terjadi setiap hari di sepanjang tahun 2024. Serangan verbal menjadi bentuk pelanggaran yang paling umum, mencakup lebih dari setengah dari total kasus yang dilaporkan dengan 1.558 insiden. Selain itu, diskriminasi menyumbang sekitar seperempat dari kasus, sementara 21 persen lainnya melibatkan perilaku merendahkan martabat. Laporan ini didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kementerian Keluarga, serta Kementerian Dalam Negeri Jerman.
Selain peningkatan dalam jumlah kasus, laporan tersebut juga menyoroti eskalasi dalam tingkat kekerasan. Tercatat dua kasus pembunuhan dan 198 kasus penganiayaan, termasuk tiga di antaranya dikategorikan sebagai penganiayaan berat atau percobaan pembunuhan. Ini menandai peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana tidak ada kasus pembunuhan yang dilaporkan dan jumlah penganiayaan tercatat 182 kasus.
Individu menjadi target utama dalam 968 insiden, sementara 261 kasus menargetkan kelompok, dan 72 kasus ditujukan kepada institusi keagamaan, terutama masjid. Data juga mengungkapkan bahwa perempuan menjadi target utama dalam 71 persen kasus di mana gender korban tercatat.
Seruan untuk Tindakan dan Perlindungan yang Lebih Kuat
Lonjakan insiden anti-Muslim semakin terasa sejak serangan kelompok radikal Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Co-CEO Claim, Rima Hanano, menggambarkan eskalasi rasisme anti-Muslim ini sebagai "dimensi baru", dan menyerukan pencatatan insiden anti-Muslim yang lebih baik oleh kepolisian dan masyarakat sipil. Menurutnya, banyak kasus yang tidak dilaporkan atau tidak dikenali sebagai rasisme anti-Muslim. Diskriminasi ini, tambahnya, meluas ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pusat kebugaran, sekolah, tempat kerja, dan bahkan dalam proses penyewaan rumah.
Claim juga menekankan perlunya peningkatan perlindungan dan layanan konseling bagi para korban, serta mendesak penyusunan "Rencana Aksi Nasional melawan Rasisme" yang baru. Pelatihan wajib bagi aparat kepolisian dan lembaga peradilan juga dianggap penting. Komisioner Pemerintah Federal untuk Anti-Rasisme, Natalie Pawlik, menegaskan bahwa kekerasan, diskriminasi, dan penghinaan terhadap Muslim telah menjadi hal yang lumrah di Jerman, dan hal ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Dia menyerukan pengungkapan skala penuh rasisme anti-Muslim dan upaya tegas untuk melawannya.
Sekretaris jenderal organisasi Islam Turki Milli Grs, Ali Mete, menyerukan penunjukan Komisioner Khusus Rasisme Anti-Muslim dan peningkatan kesadaran di sekolah-sekolah, kepolisian, dan lembaga-lembaga pemerintahan. Anggota parlemen federal dari Partai Hijau, Lamya Kaddor dan Schahina Gambir, juga menuntut strategi nasional yang tegas untuk melawan rasisme anti-Muslim, menekankan bahwa setiap orang di Jerman berhak atas rasa aman, perlindungan, partisipasi, dan solidaritas, tanpa memandang asal-usul, agama, orientasi seksual, atau penampilan.
Data dalam laporan tersebut dikumpulkan dari 26 pusat pelaporan dan konseling di 13 negara bagian, portal pelaporan nasional, serta statistik kriminalitas. Organisasi Claim merupakan jaringan yang terdiri dari lebih dari 50 aktor masyarakat sipil, baik Muslim maupun non-Muslim.