Dilema Pencari Kerja Berusia: Kisah Lela, Antara Harapan dan Kenyataan di Ibu Kota
Di tengah hiruk pikuk Ibu Kota Jakarta, kisah Lela (40), seorang warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, menjadi potret buram realitas sulitnya mencari pekerjaan bagi mereka yang terbentur usia. Setelah dua tahun lamanya berstatus pengangguran, Lela merasakan betul pahitnya penolakan demi penolakan, dengan alasan yang sama: usia yang dianggap tidak lagi muda.
"Capek, lelah banget, mau cari kerja susah, mau usaha juga enggak ada, mau gimana," ungkap Lela dengan nada putus asa saat ditemui di sebuah acara Job Fair di Gelanggang Remaja, Koja, Jakarta Utara, Rabu (18/6/2025). Ungkapan tersebut mencerminkan kegamangan banyak pencari kerja seusianya yang berjuang di kerasnya persaingan dunia kerja.
Lela, seorang lulusan D3, sebelumnya memiliki karier yang stabil sebagai akuntan di sebuah perusahaan di kawasan Kelapa Gading. Namun, roda kehidupan berputar, kontrak kerjanya tidak diperpanjang, dan ia memutuskan untuk mengambil jeda, fokus menjadi ibu rumah tangga. Dua tahun berlalu, Lela yang terbiasa dengan dinamika pekerjaan merasa jenuh dan bertekad untuk kembali berkarier.
"Aku lewat email Jobstreet udah ke berbagai perusahaan yang ada di Jakarta Utara aja. Tapi, kan aku pengalamannya di accounting dan administrasi, pengalaman aku di situ-situ aja," jelasnya. Pengalaman kerja yang spesifik di bidang akuntansi dan administrasi, di satu sisi menjadi modal berharga, namun di sisi lain membatasi peluangnya dalam mencari pekerjaan yang relevan.
Selama dua tahun masa pencarian kerja, Lela mencatat telah mengirimkan lebih dari 250 lamaran ke berbagai perusahaan. Sebuah angka yang fantastis, menunjukkan betapa gigihnya ia dalam berusaha. Dari ratusan lamaran tersebut, ia beberapa kali mendapat panggilan wawancara. Namun, harapan seringkali pupus ketika mengetahui lokasi penempatan kerja yang jauh dari tempat tinggalnya.
"Banyak yang sampai tahap interview cuma ditempatinnya jauh-jauh, ada yang di Jakarta Selatan, Serpong, aku enggak ambil, posisinya kan jauh aku di Tanjung Priok, terus anak-anak juga masih pada kecil, enggak bisa ditinggalin," ujarnya. Pertimbangan keluarga, terutama anak-anak yang masih kecil, menjadi faktor krusial dalam mengambil keputusan. Bagi Lela, pekerjaan bukan hanya tentang mencari nafkah, tetapi juga tentang keseimbangan antara karier dan keluarga.
Kisah Lela adalah cerminan dari permasalahan yang lebih besar, yaitu diskriminasi usia dalam dunia kerja. Banyak perusahaan yang cenderung memilih karyawan berusia muda dengan alasan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi. Padahal, pengalaman dan kematangan yang dimiliki oleh pekerja berusia lebih tua juga merupakan aset berharga yang tidak boleh diabaikan.
Upaya pemerintah dan berbagai pihak terkait sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini. Sosialisasi tentang pentingnya menghargai keberagaman usia di tempat kerja, pemberian pelatihan dan keterampilan bagi pekerja berusia lebih tua, serta penegakan hukum terhadap praktik diskriminasi usia, menjadi beberapa langkah penting yang perlu dilakukan.
Diharapkan, kisah Lela dapat menjadi inspirasi bagi para pencari kerja seusianya untuk tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dengan semangat pantang menyerah, keterampilan yang terus diasah, dan dukungan dari berbagai pihak, bukan tidak mungkin mereka dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan harapan dan potensi mereka.