Eks Pejabat MA Divonis 16 Tahun Penjara, Hakim Terisak Ungkap Pengkhianatan Kepercayaan Publik

Jakarta - Sidang vonis terhadap Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) atas kasus suap dan gratifikasi, diwarnai suasana haru. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rosihan Juhriah Rangkuti, tak kuasa menahan air mata saat membacakan pertimbangan yang memberatkan terdakwa. Perbuatan Zarof dinilai telah mencoreng nama baik MA dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

Dengan suara bergetar, Hakim Rosihan mengungkapkan bahwa tindakan koruptif Zarof, yang seharusnya menjadi teladan, justru menjadi pukulan telak bagi integritas MA. Keserakahan terdakwa, yang telah memiliki kehidupan mapan, dianggap sebagai ironi dan bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diemban. Selain itu, majelis hakim juga menilai Zarof tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, sebuah kejahatan luar biasa yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Perbuatan terdakwa menciderai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung,” ucap Hakim Rosihan dengan nada tercekat.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menyinggung dampak perbuatan Zarof terhadap badan peradilan di bawah MA. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum di tingkat pusat dapat merusak citra seluruh lembaga peradilan, sehingga menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan dari masyarakat.

Kendati demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan hukuman Zarof, seperti penyesalan atas perbuatannya, belum pernah dihukum sebelumnya, dan memiliki tanggungan keluarga.

Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan kepada Zarof Ricar. Ia dinyatakan terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat dengan pengacara Lisa Rachmat untuk menyuap Hakim Agung Soesilo terkait kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur. Selain itu, Zarof juga terbukti menerima gratifikasi dengan nilai fantastis, mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi lembaga peradilan di Indonesia. Diharapkan, putusan ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh aparatur negara, khususnya di lingkungan MA, untuk menjauhi praktik-praktik korupsi dan menjaga integritas serta kepercayaan publik. Upaya pembenahan dan pengawasan internal harus terus ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan adalah fondasi penting dalam negara hukum, dan harus dijaga serta dipelihara dengan sebaik-baiknya.