Kajian KKP: Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat Tidak Berdampak Signifikan pada Ekosistem Perairan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan kajian mendalam terkait dampak aktivitas pertambangan nikel terhadap ekosistem perairan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Tim dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP terjun langsung ke lapangan untuk meneliti kondisi perairan di sekitar lokasi tambang. Hasilnya, mereka tidak menemukan indikasi sedimentasi yang signifikan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup biota laut di area tersebut.

Menurut Direktur PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, kondisi terumbu karang dan populasi ikan di perairan dekat area pertambangan masih dalam kondisi yang baik. Pihaknya melakukan penyelaman di lokasi dan menemukan bahwa sedimentasi tidak terlalu banyak karena kapal pengangkut hasil tambang bersandar langsung ke daratan dan dimuat ke truk, sehingga meminimalisir potensi sedimentasi langsung ke laut.

"Kami memastikan bahwa terumbu karang dan ikan di situ tidak terganggu. Bahkan, anak ikan hiu masih banyak," ujar Pung di Kantor KKP, Jakarta.

Kondisi ekosistem yang terjaga juga ditemukan di perairan Pulau Gag, sebuah pulau yang izin tambang nikelnya tidak termasuk dalam daftar yang dicabut oleh pemerintah. Bahkan, tim penyelam KKP menemukan adanya buaya di perairan tersebut, yang semakin mengindikasikan bahwa ekosistem di sana masih relatif sehat.

Sebelumnya, pemerintah telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat pada tanggal 10 Juni 2025. Keputusan ini diambil berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto setelah mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pencabutan IUP dilakukan karena adanya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh keempat perusahaan tersebut. Selain itu, hasil pemeriksaan lapangan oleh Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan menunjukkan adanya urgensi untuk melindungi kawasan tersebut, terutama biota laut dan konservasi.

Bahlil menambahkan bahwa keputusan ini juga mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat Raja Ampat, serta hasil pemeriksaan lapangan. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga Raja Ampat sebagai destinasi wisata dunia yang berkelanjutan.

Keempat perusahaan yang IUP-nya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Prakasa, dan PT Nurham.

Berikut adalah poin-poin penting yang melatarbelakangi pencabutan IUP:

  • Pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
  • Urgensi untuk melindungi biota laut dan konservasi di kawasan Raja Ampat.
  • Pertimbangan dari pemerintah daerah dan tokoh masyarakat.
  • Komitmen pemerintah untuk menjaga Raja Ampat sebagai destinasi wisata dunia yang berkelanjutan.

Dengan pencabutan IUP ini, pemerintah berharap dapat menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat dan memastikan keberlanjutan ekosistem perairan di kawasan tersebut.