Menelisik Profesi Juru Pelihara Situs Purbakala di Kediri: Antara Dedikasi dan Tantangan

Garda Depan Pelestarian: Kisah Para Juru Pelihara Cagar Budaya di Kediri

Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menyimpan kekayaan sejarah dan budaya yang tak ternilai. Di balik kelestarian situs-situs cagar budaya tersebut, terdapat sosok-sosok yang berdedikasi, yaitu para juru pelihara (jupel). Mereka adalah ujung tombak dalam menjaga, merawat, dan memperkenalkan warisan masa lalu kepada masyarakat.

Eko Priyatno, Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, mengungkapkan bahwa terdapat 19 jupel yang mengemban amanah untuk menjaga 18 situs cagar budaya di wilayahnya. Para jupel ini tidak hanya bertanggung jawab atas situs yang menjadi wilayah tugasnya, tetapi juga memiliki tanggung jawab kolektif untuk menjaga situs-situs yang belum memiliki jupel definitif. Mereka secara berkala mendapatkan pelatihan dan pengetahuan tentang kepurbakalaan, termasuk keterampilan hospitality untuk menyambut pengunjung.

Lebih Dekat dengan Para Penjaga Warisan

Para jupel di Kediri memiliki latar belakang yang beragam. Ada yang berasal dari pemilik lahan tempat ditemukannya benda purbakala, ada pula yang direkomendasikan oleh desa setempat. Status hubungan kerja mereka pun bervariasi, ada yang berada di bawah naungan Pemerintah Kabupaten dan ada pula yang di bawah Balai Pelestarian Kebudayaan. Dari institusi inilah mereka menerima honor sebagai imbalan atas dedikasi mereka.

Kisah suka duka menjadi jupel pun beragam. Siti Marwiyah, seorang ibu dua anak yang bertugas di Situs Ndalem Pojok, tempat yang diyakini sebagai tempat tumbuh kembang Presiden Soekarno, mengaku baru tiga tahun menjadi jupel. Awalnya, ia tidak memiliki pengalaman atau pendidikan formal di bidang ini, namun dukungan dari berbagai pihak, terutama komunitas jupel, membuatnya mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Tantangan terbesarnya adalah ketika menerima kunjungan dalam jumlah besar secara bersamaan.

Salim, jupel Situs Tondowongso, telah mengabdikan diri sejak tahun 2019. Selain menjadi jupel, ia juga bekerja sebagai tukang kayu dan sopir panggilan. Baginya, menjadi jupel memberikan ketenangan dan kedamaian hati, karena ia memiliki hobi yang berkaitan dengan sejarah sejak kecil. Ia tidak merasa terbebani dengan tanggung jawabnya, bahkan tetap melayani pengunjung yang datang di luar jam kunjungan yang ditentukan, sambil tetap menjelaskan aturan yang berlaku.

Supardi dan Ahmad Achfas, dua jupel yang bertugas di Situs Semen, memiliki pengalaman yang berbeda. Ahmad Achfas, seorang lulusan sekolah dasar, telah menjadi jupel sejak tahun 2009, sambil tetap bekerja sebagai petani. Tantangan terberatnya adalah lokasi situs yang jauh dari permukiman, sehingga sering disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sementara itu, Supardi, seorang lulusan sekolah teknik mesin, awalnya juga tidak memiliki pengetahuan tentang kepurbakalaan, namun ia dan rekannya kerap mendapatkan pelatihan dari pemerintah dan pengetahuan dari para pengunjung, yang tak jarang adalah arkeolog.

Komunitas Jupel: Wadah Silaturahmi dan Pengembangan Diri

Para jupel di Kediri membentuk komunitas secara swadaya sebagai wadah silaturahmi, berbagi pengalaman, dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Komunitas ini memiliki kegiatan rutin bulanan dan tahunan, termasuk kunjungan kerja ke daerah lain untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Keberadaan komunitas ini memudahkan pemerintah dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja para jupel.

Dedikasi para jupel di Kediri patut diapresiasi. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa. Dengan segala suka duka dan tantangan yang dihadapi, mereka tetap bersemangat dalam menjalankan tugasnya, demi menjaga agar sejarah dan budaya Kediri tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Daftar Situs Cagar Budaya yang Dijaga Jupel di Kediri:

  • Situs Ndalem Pojok
  • Situs Tondowongso
  • Situs Semen
  • Dan lain-lain