Staf Ahli Kementerian Ketenagakerjaan Diperiksa KPK Terkait Kasus Dugaan Pemerasan Izin TKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK memanggil Haryanto (HY), seorang Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, untuk dimintai keterangan.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada hari Rabu (18/6/2025). Meskipun pemanggilan telah dilakukan, KPK belum memberikan informasi rinci mengenai materi pemeriksaan yang akan diajukan kepada tersangka, termasuk kemungkinan penahanan.
Kasus ini bermula dari penetapan delapan orang sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (5/6/2025). Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan mendalam terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pengurusan izin RPTKA di Kemenaker. Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, menjelaskan bahwa penetapan tersangka telah dilakukan sejak 19 Mei 2025.
Adapun daftar kedelapan tersangka yang terlibat dalam kasus ini meliputi:
- Suhartono (SH), mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).
- Haryanto (HY), yang menjabat sebagai Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
- Wisnu Pramono (WP), Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019.
- Devi Angraeni (DA), Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA.
- Gatot Widiartono (GTW), Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja.
- Putri Citra Wahyoe (PCW), staf.
- Jamal Shodiqin (JMS), staf.
- Alfa Eshad (ALF), staf.
KPK mengungkapkan bahwa para tersangka diduga telah menerima suap dengan total mencapai Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama kurun waktu 2019-2024. Rincian penerimaan uang haram tersebut adalah sebagai berikut:
- Suhartono menerima Rp 460 juta.
- Haryanto menerima Rp 18 miliar.
- Wisnu Pramono menerima Rp 580 juta.
- Devi Angraeni menerima Rp 2,3 miliar.
- Gatot Widiartono menerima Rp 6,3 miliar.
- Putri Citra Wahyoe menerima Rp 13,9 miliar.
- Alfa Eshad menerima Rp 1,8 miliar.
- Jamal Shodiqin menerima Rp 1,1 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan pejabat tinggi di Kemenaker dan mengungkap praktik korupsi yang merugikan negara serta menghambat investasi. KPK diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.