Penolakan Publik Menguat: Wacana Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Menuai Kritik

Pemerintah tengah mempertimbangkan perubahan signifikan dalam kebijakan perumahan subsidi, yaitu memperkecil luas minimum rumah subsidi menjadi 18 meter persegi dengan luas lahan 25 meter persegi. Usulan ini, yang tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, mengatur batasan luas lahan dan bangunan, serta harga jual rumah dalam program Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.

Rancangan aturan ini memicu perdebatan luas di masyarakat. DetikProperti menggelar polling untuk menjaring opini publik terkait wacana ini. Hasilnya menunjukkan penolakan yang signifikan terhadap rencana tersebut. Mayoritas responden menyatakan ketidaksetujuan mereka atas pengecilan ukuran rumah subsidi.

Responden yang menolak berpendapat bahwa rumah berukuran 18 meter persegi tidak layak huni dan berpotensi menciptakan kawasan kumuh baru di perkotaan. Luas bangunan yang terbatas dinilai tidak ideal untuk keluarga, terutama bagi pasangan yang sudah memiliki anak. Sebagian responden menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan sistem sewa atau rumah susun milik negara sebagai alternatif yang lebih baik, terutama di wilayah perkotaan dengan keterbatasan lahan.

Salah satu responden, Esteh, berpendapat bahwa rumah dengan satu kamar tidur hanya cocok untuk lajang atau pasangan tanpa anak. Ia mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada penyediaan hunian sewa yang dikelola negara, karena kebutuhan hunian akan berubah seiring perubahan status keluarga. David Rahadian, responden lainnya, mengkhawatirkan dampak negatif dari rumah berukuran kecil terhadap kesehatan dan kualitas hidup penghuninya, serta potensi terbentuknya lingkungan kumuh di perkotaan dan pinggiran kota.

Di sisi lain, terdapat responden yang menyetujui usulan ini dengan syarat lokasi rumah subsidi berada di pusat kota. Mereka berpendapat bahwa rumah berukuran kecil dapat menjadi solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja di perkotaan, asalkan akses ke fasilitas publik dan transportasi mudah dijangkau.

Berikut adalah beberapa poin yang menjadi perhatian utama dalam perdebatan ini:

  • Luas Bangunan: 18 meter persegi dinilai terlalu kecil untuk keluarga.
  • Lokasi: Persyaratan lokasi di perkotaan menjadi syarat utama bagi yang setuju.
  • Alternatif: Sistem sewa/kost milik negara diusulkan sebagai solusi yang lebih fleksibel.
  • Dampak Sosial: Kekhawatiran akan terbentuknya kawasan kumuh baru.

Dengan demikian, wacana pengecilan luas rumah subsidi menjadi isu krusial yang membutuhkan pertimbangan matang dari pemerintah. Keseimbangan antara keterjangkauan harga dan kualitas hidup penghuni menjadi kunci dalam menentukan kebijakan perumahan yang efektif dan berkelanjutan.