Revitalisasi Trisakti di Era Kecerdasan Buatan: Membangun Kedaulatan Digital Indonesia

Juni, yang dikenal sebagai Bulan Bung Karno, menjadi momen penting untuk merefleksikan sejarah dan arah bangsa Indonesia. Di tengah arus digitalisasi dan dominasi teknologi global, semangat Trisakti yang digagas oleh Bung Karno menjadi semakin relevan. Trisakti, yang meliputi berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, bukan hanya sekadar konsep sejarah, tetapi juga kerangka kerja untuk membangun masa depan Indonesia di era kecerdasan buatan.

Kedaulatan Digital di Era AI

Kedaulatan politik di era kecerdasan buatan bukan hanya tentang mengadopsi teknologi, tetapi juga tentang penguasaan data publik yang etis, pembangunan infrastruktur digital nasional yang aman, dan keberanian untuk menolak dominasi asing dalam kebijakan strategis. Peta Jalan Transformasi Digital Indonesia dan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2045 adalah langkah awal yang penting. Kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membangun ekosistem digital yang adil, transparan, dan berakar pada nilai-nilai Pancasila. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berupaya memperkuat kedaulatan digital, mendorong hilirisasi sumber daya, dan menegaskan identitas nasional di tengah gempuran globalisasi.

Kemandirian Ekonomi dan Identitas Budaya

Bung Karno pernah berkata, "Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka." Kalimat ini menjadi pengingat akan pentingnya kemandirian dan kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan global. Berdikari bukan berarti anti-globalisasi, tetapi justru menjadi syarat untuk bersaing secara setara di kancah internasional. Dalam konteks AI dan ekonomi digital, berdikari berarti memperkuat riset lokal, menciptakan teknologi yang menyelesaikan masalah rakyat, dan memastikan distribusi manfaat yang adil.

Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial menekankan pentingnya penguasaan teknologi di sektor-sektor vital seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan. Inisiatif seperti startup agritech, aplikasi medis buatan lokal, dan sistem informasi desa berbasis gotong royong adalah contoh nyata dari penerapan Trisakti dalam bidang ekonomi. Namun, fondasi ekonomi yang kuat harus dibangun di atas nilai-nilai budaya. Bung Karno mengingatkan bahwa pembangunan tanpa budaya adalah pembangunan yang rapuh. Di era di mana algoritma dapat melampaui nurani dan identitas mudah larut dalam budaya global yang seragam, penting untuk menyematkan nilai-nilai lokal seperti gotong royong, tenggang rasa, dan musyawarah ke dalam sistem dan produk digital yang kita bangun.

Menghidupkan Kembali Semangat Trisakti

Bung Karno telah menyulut obor Trisakti di tengah kegelapan kolonialisme. Kini, di era digital, tantangannya adalah bagaimana mengarahkan cahaya teknologi untuk kemajuan bangsa. Di tengah arus data yang deras, bias algoritma, dan kemajuan teknologi yang pesat, kita perlu berani untuk tetap menjadi bangsa yang berpikir dengan akarnya, bertindak dengan karakternya, dan bermimpi dengan visinya sendiri.

Trisakti di era digital bukan hanya sekadar nostalgia, tetapi juga navigasi. Implementasinya tercermin dalam keputusan-keputusan strategis untuk memilih teknologi yang memanusiakan manusia, menciptakan inovasi yang membebaskan, dan menyematkan budaya dalam setiap aspek kehidupan. Bulan Bung Karno menjadi pengingat bahwa Indonesia dilahirkan oleh keberanian, dan masa depan bangsa ini ditentukan oleh kesetiaan pada jati diri.

Dengan menggabungkan warisan nilai-nilai luhur dengan inovasi teknologi, Indonesia dapat menenun masa depan yang gemilang, di mana kedaulatan, kemandirian, dan identitas budaya menjadi pilar utama kemajuan bangsa.