Kejagung Dalami Keterlibatan Bank Sindikasi dalam Kasus Kredit Macet Sritex
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), dengan memeriksa sejumlah petinggi bank yang tergabung dalam sindikasi pemberi pinjaman. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari Selasa, 17 Juni 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa penyidik telah meminta keterangan dari beberapa saksi kunci. Di antaranya adalah JFT, yang menjabat sebagai Manager Sindikasi Bank BNI pada tahun 2012, dan FS, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Departemen Pembiayaan LPEI. Selain kedua pejabat bank tersebut, penyidik juga memeriksa empat saksi lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang, yaitu AS dan HRM selaku Staf PT Sritex, AH selaku Direktur PT Perusahaan Dagang Djohar dan SYF selaku Direktur PT Asuransi Central Asia.
"Pemeriksaan terhadap keenam saksi ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha atas nama Tersangka Iwan Setiawan Lukminto dkk," jelas Harli.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:
- DS (Dicky Syahbandinata), Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020
- Zainuddin Mappa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020
- Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022
Kasus ini bermula dari pemberian kredit oleh BJB dan Bank DKI yang mencapai Rp 692 miliar, yang kemudian dinyatakan sebagai kerugian keuangan negara akibat pembayaran kredit yang macet. Sritex sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024, sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya.
Menurut konstruksi kasus yang ada, total kredit macet Sritex mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari berbagai sumber pendanaan, termasuk kredit yang diberikan oleh sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya. Penyidik saat ini masih terus menelusuri dasar pemberian kredit tersebut.
Bank Jateng diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800 kepada Sritex. Selain itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun. Namun, status Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI saat ini masih sebatas saksi.
Kejagung menemukan indikasi tindakan melawan hukum dalam pemberian kredit oleh BJB dan Bank DKI. Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Saat ini, para tersangka ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.