Kasus Korupsi PAD Bengkulu: Tiga Tersangka Baru Ditahan, Aset Mega Mall Disita

Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kejati) kembali memperdalam penyelidikan kasus dugaan korupsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bengkulu yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Terbaru, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada hari Selasa, 17 Juni 2025.

Para tersangka tersebut adalah Hartadi Benggawan dan Satriadi Benggawan, yang menjabat sebagai Komisaris PT Tigadi Lestari, serta Chandra D Putra, mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu. Penahanan ini merupakan tindak lanjut dari pengembangan kasus yang sebelumnya telah menjerat mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari, Kurniadi Benggawan, dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi, Wahyu Laksono.

Danang Prasetyo, Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati Bengkulu, menjelaskan bahwa Hartadi dan Satriadi Benggawan ditahan di Rutan Malabero Klas IIB Bengkulu, sementara Chandra D Putra mendekam di Lapas Arga Makmur, Bengkulu Utara. Ketiganya diduga kuat terlibat dalam skema penggadaian aset milik Pemerintah Kota Bengkulu yang dilakukan secara tidak sah untuk kepentingan komersial. Kolaborasi dengan tersangka sebelumnya memperparah kerugian negara yang ditimbulkan.

Dengan penambahan tiga tersangka baru ini, total sudah enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PAD Bengkulu ini. Kejati Bengkulu mengisyaratkan bahwa jumlah tersangka kemungkinan akan bertambah seiring dengan pendalaman penyidikan. Bahkan, seluruh mantan wali kota Bengkulu juga akan dimintai keterangan terkait kasus ini.

Penyidik Kejati Bengkulu juga telah melakukan penyitaan terhadap aset berupa pusat perbelanjaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) di Kota Bengkulu pada Rabu, 21 Mei 2025. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengamankan aset negara yang diduga kuat terkait dengan tindak pidana korupsi.

Modus Operandi dan Kerugian Negara

Kasus ini bermula dari alih status lahan milik Pemkot Bengkulu yang menjadi dasar berdirinya Mega Mall sejak tahun 2004. Penyidik menemukan bahwa perubahan status lahan dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) menjadi titik awal permasalahan. SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua, masing-masing untuk Mega Mall dan pasar. Kedua SHGB ini kemudian diagunkan ke bank untuk mendapatkan pinjaman modal.

Ketika kredit mengalami kemacetan, SHGB tersebut kembali diagunkan ke bank lain, hingga akhirnya utang menumpuk pada pihak ketiga. Akibatnya, lahan milik Pemkot Bengkulu terancam hilang jika utang pengelola tidak segera dilunasi.

Selain itu, sejak beroperasi, pengelola Mega Mall dan PTM juga diduga tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah. Praktik ini diduga telah menyebabkan kerugian negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah. Kejati Bengkulu terus mendalami aliran dana dan potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi ini.

Daftar Aset yang Disita:

  • Mega Mall Bengkulu
  • Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu

Langkah Selanjutnya:

Kejati Bengkulu akan terus mengembangkan penyidikan kasus ini dengan memeriksa saksi-saksi terkait, termasuk mantan wali kota Bengkulu. Penyidik juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi ini. Tujuannya adalah untuk memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.