Reaktivasi Bandara Husein Sastranegara: Efektivitas Dipertanyakan di Tengah Keterbatasan dan Tantangan
Usulan untuk mengaktifkan kembali Bandara Husein Sastranegara di Bandung tengah menjadi sorotan. Wacana ini muncul di tengah kekhawatiran mengenai kerugian yang dialami Pemerintah Provinsi Jawa Barat akibat operasional Bandara Kertajati. Namun, gagasan ini menuai tanggapan kritis dari berbagai pihak, terutama terkait dengan efektivitas dan dampak potensialnya.
Seorang pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono, menyampaikan pandangannya terkait usulan tersebut. Menurutnya, reaktivasi Bandara Husein Sastranegara akan menghadapi sejumlah kendala signifikan. Salah satu faktor utama adalah keterbatasan lahan dan posisi bandara yang dikelilingi oleh pegunungan. Kondisi ini menghambat pengembangan bandara dan membatasi potensi maksimal penerbangannya.
Selain itu, Bandara Husein Sastranegara juga digunakan untuk aktivitas lain, seperti operasional Pangkalan TNI AU, Sekolah Penerbang, dan PT Dirgantara Indonesia. Penggunaan bersama ini dapat mengurangi efisiensi operasional bandara secara keseluruhan. Lebih lanjut, proyek pembangunan Flyover Nurtanio yang belum rampung menambah kompleksitas permasalahan. Kemacetan lalu lintas yang parah diperkirakan akan terjadi jika bandara di pusat Kota Bandung ini kembali dioperasikan sebelum proyek flyover selesai. Sony memperkirakan bahwa Flyover Nurtanio baru bisa selesai pada akhir tahun.
Sony menekankan pentingnya sinergi antara Bandara Husein Sastranegara dan Bandara Kertajati jika opsi reaktivasi tetap dilanjutkan. Kedua bandara tersebut tidak boleh saling berkompetisi dalam menarik penumpang. Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu berkolaborasi untuk mencari solusi terbaik yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak. Sony mencontohkan kasus di Yogyakarta, di mana Bandara Adisucipto dan bandara baru di Kulon Progo beroperasi secara berdampingan dengan pembagian peran yang jelas. Bandara Adisucipto melayani penerbangan jarak pendek, sedangkan penerbangan jarak jauh dialihkan ke Kulon Progo. Keberhasilan model ini didukung oleh koordinasi yang baik antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan juga memiliki peran penting dalam menyelaraskan kebijakan.
Berikut ini adalah ringkasan kendala yang akan dihadapi apabila Bandara Husein Sastranegara diaktifkan kembali:
- Keterbatasan Pengembangan: Lokasi yang terhimpit pegunungan menghalangi ekspansi bandara dan memaksimalkan potensi penerbangan.
- Penggunaan Bersama: Operasional TNI AU, Sekolah Penerbang, dan PT Dirgantara Indonesia dapat mengurangi efisiensi.
- Kemacetan Lalu Lintas: Pembangunan Flyover Nurtanio yang belum selesai berpotensi menyebabkan kemacetan parah.
- Potensi Konflik dengan Kertajati: Persaingan penumpang antara kedua bandara dapat merugikan semua pihak.
Diskusi lebih lanjut dan koordinasi yang komprehensif diperlukan untuk menentukan langkah terbaik terkait Bandara Husein Sastranegara. Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan semua aspek, termasuk efektivitas operasional, dampak ekonomi, dan kepentingan masyarakat luas.