Proyek Tangki Air Raksasa di Depok Menuai Kontroversi: Warga Tolak, Fondasi Longsor, dan Kemiringan Terdeteksi

Proyek Tangki Air Raksasa di Depok Menuai Kontroversi: Warga Tolak, Fondasi Longsor, dan Kemiringan Terdeteksi

Proyek pembangunan tangki air raksasa berkapasitas 10 juta liter milik PT Tirta Asasta Depok di Kelurahan Mekar Jaya, Sukmajaya, tengah menjadi sorotan. Proyek yang direncanakan beroperasi pada pertengahan 2025 ini menuai penolakan keras dari warga RW 26 akibat sejumlah permasalahan krusial yang mengancam keselamatan dan lingkungan sekitar. Penolakan tersebut telah disuarakan sejak tahun 2021 dan berujung pada aksi demonstrasi di depan kantor PT Tirta Asasta Depok pada Selasa, 11 Maret 2025.

Ketua RW 26, Catur Banuaji, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kurangnya transparansi dalam proses pembangunan. Ia menjelaskan bahwa pembangunan tangki air tersebut dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada warga, sementara jarak tangki dengan permukiman warga hanya sekitar 6-7 meter. Kedekatan lokasi ini membuat warga merasa menjadi pihak yang paling berisiko jika terjadi insiden pada tangki air tersebut. Kekhawatiran tersebut semakin beralasan setelah ditemukannya indikasi kerusakan pada fondasi tangki.

"Memang dari awal sudah kami lihat tidak ada transparansi dalam pembangunannya. Tiba-tiba sudah berdiri bangunan seperti ini, jadi tidak ada sosialisasi kepada warga," ujar Catur. Ia menambahkan bahwa telah terjadi longsor pada fondasi tangki dan kebocoran tanah yang mengakibatkan banjir lumpur di sekitar permukiman. "Pondasi itu sudah longsor, ada bocor tanah. Kami juga enggak tahu ada apa, tapi tiba-tiba kebanjiran," keluhnya.

Ancaman Kerusakan dan Tuntutan Relokasi

Situasi ini telah mendorong warga RW 26 untuk menuntut relokasi tangki air raksasa tersebut. Mereka menganggap lokasi pembangunan tidak layak dan berpotensi menimbulkan bencana. "Sikap kami masih satu, kami ingin relokasi karena ini enggak layak berada di tengah-tengah permukiman, menolak apa pun kegiatan di atasnya, di water tank," tegas Catur, menekankan penolakan terhadap operasional tangki air di lokasi tersebut.

Menanggapi keresahan warga, Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, mengimbau warga untuk mengirimkan surat resmi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Depok sebagai langkah awal untuk mengkaji penghentian sementara proyek tersebut. Langkah ini diambil mengingat proyek masih dalam tahap finalisasi dan adanya temuan-temuan yang mengkhawatirkan.

Temuan Kemiringan dan Kajian Ulang

Hasil kajian dari Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (Lemtek UI) mengungkapkan fakta mengejutkan: tangki air tersebut miring sekitar 25 sentimeter akibat fondasi tanah yang kurang padat. Kondisi tanah yang kurang solid, yang diduga merupakan bekas tanah urukan dan tempat pembuangan sampah, menjadi penyebab utama kemiringan tersebut. "Kalau hasil Lemtek UI (kajian penelitian) kemiringannya itu sekitar 25 sentimeter dan ada penurunan fondasi," ungkap Chandra. "Memang kata warga itu bekas tanah urukan, dulu orang pernah buang sampah di sana jadi bukan tanah solid. Maka ini akan kita cek semua," tambahnya.

Sebagai respons atas permasalahan ini, Pemkot Depok berencana melakukan pengkajian ulang dan audit komprehensif terhadap proyek pembangunan tangki air tersebut. Pengkajian akan melibatkan konsultan ahli independen untuk memastikan keamanan dan kelayakan proyek tersebut. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan solusi yang tepat dan mengakomodir keluhan warga RW 26. Pemkot memastikan hasil kajian akan lebih komprehensif untuk menemukan solusi yang sesuai dengan aspirasi warga.

Kesimpulan

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan kajian mendalam dalam proyek pembangunan infrastruktur skala besar, khususnya yang berpotensi berdampak langsung pada keselamatan dan kehidupan masyarakat. Ketegasan warga dalam menyuarakan aspirasinya juga menjadi contoh penting dalam partisipasi publik untuk mengawasi proyek pembangunan di lingkungan mereka.