Terobosan Pengobatan Penyakit Sel Sabit: Opsi Terapi dan Harapan Baru
Menjelang peringatan Hari Sel Sabit Sedunia, perhatian dunia medis tertuju pada kemajuan signifikan dalam penanganan sickle cell disease (SCD), sebuah penyakit genetik kronis yang memengaruhi sel darah merah. Meskipun tantangan masih ada dalam menemukan solusi tunggal yang terjangkau secara universal, beragam pilihan terapi terus berkembang, memberikan secercah harapan bagi para penderita.
Spektrum Pengobatan yang Berkembang
Penanganan SCD memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu medis. Dokter spesialis hematologi memegang peranan krusial dalam memandu pasien melalui perjalanan pengobatan. Pentingnya diagnosis dini, terutama melalui skrining bayi baru lahir, tidak dapat diabaikan. Deteksi awal memungkinkan intervensi medis yang cepat dan tepat, meminimalkan potensi komplikasi.
Saat ini, beberapa jenis obat telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat untuk mengatasi SCD, antara lain:
- Hydroxyurea: Obat oral yang telah digunakan sejak tahun 1998 untuk mencegah pembentukan sel sabit. Efektivitasnya telah terbukti dalam mengurangi frekuensi krisis nyeri, sindrom dada akut, dan kebutuhan transfusi darah. Hydroxyurea umumnya direkomendasikan untuk anak-anak berusia sembilan bulan ke atas, dengan penyesuaian dosis untuk mengatasi potensi efek samping seperti penurunan sel darah putih atau trombosit.
- L-glutamin: Obat ini tersedia dalam bentuk bubuk yang mudah dicampurkan dengan minuman atau makanan, dan telah disetujui untuk pasien berusia lima tahun ke atas. Penelitian menunjukkan bahwa L-glutamin dapat mengurangi frekuensi rawat inap, krisis nyeri, dan risiko sindrom dada akut.
- Crizanlizumab-tmca: Obat infus bulanan ini ditujukan untuk pasien berusia 16 tahun ke atas. Mekanisme kerjanya melibatkan pencegahan sel darah menempel di dinding pembuluh darah, sehingga mengurangi peradangan dan krisis nyeri.
- Penicillin: Antibiotik harian ini diberikan kepada anak-anak untuk mencegah infeksi darah serius. Pemberian penicillin umumnya dilanjutkan hingga usia lima tahun, namun dalam beberapa kasus, dapat diperpanjang seumur hidup.
Selain obat-obatan tersebut, pereda nyeri seperti ibuprofen dan acetaminophen digunakan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang. Nyeri yang lebih berat mungkin memerlukan resep opioid di bawah pengawasan medis yang ketat.
Transfusi Darah: Solusi Sementara dengan Pertimbangan Risiko
Transfusi darah tetap menjadi prosedur umum dalam penanganan SCD. Proses ini melibatkan pemasukan darah donor melalui infus untuk meningkatkan jumlah sel darah merah normal. Transfusi dapat dibedakan menjadi dua jenis:
- Transfusi akut: Diberikan pada pasien yang mengalami komplikasi berat seperti stroke, anemia parah, atau sindrom dada akut.
- Transfusi berkala: Bertujuan untuk mencegah stroke berulang atau sebagai terapi alternatif bagi pasien yang tidak merespons hydroxyurea.
Kendati efektif, transfusi darah membawa risiko seperti infeksi, penumpukan zat besi (iron overload), dan reaksi imun terhadap darah donor (alloimunisasi). Oleh karena itu, pencocokan darah secara khusus sangat penting bagi pasien SCD.
Transplantasi Sumsum Tulang dan Terapi Gen: Harapan Kesembuhan
Transplantasi darah dan sumsum tulang menawarkan potensi kesembuhan, terutama pada anak-anak dengan donor yang cocok secara genetik. Tingkat keberhasilan transplantasi dapat mencapai sekitar 90 persen jika dilakukan pada anak dengan donor keluarga dekat yang memiliki kecocokan HLA. Namun, risiko seperti infeksi serius, infertilitas, kejang, bahkan kematian tetap ada, sehingga pasien perlu mempertimbangkan dengan matang dan berkonsultasi dengan tim medis sebelum menjalani prosedur ini.
Terobosan besar terjadi dengan disetujuinya dua terapi gen pada Desember 2023, yaitu Exagamglogene autotemcel dan Lovotibeglogene autotemcel. Terapi ini melibatkan pengambilan sel punca dari tubuh pasien, yang kemudian dimodifikasi secara genetik di laboratorium agar tidak menghasilkan hemoglobin sabit. Meskipun terapi gen hanya dilakukan sekali, prosedur ini membutuhkan perawatan intensif di pusat medis khusus dan biaya yang sangat tinggi.
Pendekatan Holistik dan Dukungan Keluarga
Selain pengobatan medis konvensional, terapi komplementer seperti terapi perilaku kognitif, akupunktur, yoga, pijat, meditasi, hingga realitas virtual dapat membantu beberapa pasien. Penting untuk diingat bahwa pendekatan ini bersifat pelengkap, bukan pengganti pengobatan medis.
Keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan, terutama bagi anak-anak dengan SCD, sangat penting. Dukungan emosional dan fisik dari keluarga dapat meningkatkan kepatuhan terhadap rencana pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.
Kemajuan berkelanjutan dalam bidang farmasi, transplantasi, dan terapi gen membuka harapan baru bagi penderita penyakit sel sabit. Peringatan Hari Sel Sabit Sedunia menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran, memperluas akses pengobatan, dan memperjuangkan kesetaraan layanan bagi para penyintas penyakit ini di seluruh dunia.