Lima Bulan, Pemerintah Tarik Utang Rp 349 Triliun: Strategi Fleksibel dan Terukur Diterapkan

Pemerintah Indonesia mencatatkan penarikan utang baru sebesar Rp 349,3 triliun dalam kurun waktu lima bulan pertama tahun 2025, atau hingga bulan Mei. Realisasi ini mengalami peningkatan signifikan sebesar 164,22% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp 132,2 triliun.

Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menjelaskan bahwa realisasi penarikan utang hingga Mei 2025 ini setara dengan 45% dari total alokasi utang yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yaitu sebesar Rp 775,9 triliun. Pernyataan ini disampaikan dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni 2025 yang diselenggarakan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.

"Pembiayaan utang sebesar Rp 349,3 triliun dan pembiayaan non-utang di sini minus Rp 24,5 triliun. Artinya kita berinvestasi ke hal-hal khusus," ungkap Thomas Djiwandono.

Lebih lanjut, Thomas Djiwandono menekankan bahwa pembiayaan non-utang ini tidak menambah beban utang negara, melainkan dialokasikan untuk investasi di sektor-sektor tertentu. Realisasi pembiayaan non-utang mencapai Rp 24,5 triliun, atau sekitar 15,3% dari pagu yang ditargetkan dalam APBN sebesar Rp 159,7 triliun.

Dengan realisasi pembiayaan utang dan non-utang tersebut, total pembiayaan anggaran hingga Mei 2025 mencapai Rp 324,8 triliun. Angka ini mencakup 52,7% dari pagu yang telah ditetapkan sebesar Rp 616,2 triliun.

Pemerintah menerapkan strategi pembiayaan utang yang fleksibel dan terukur sepanjang tahun ini. Strategi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari penetapan waktu penarikan utang, pemilihan instrumen utang yang tepat, hingga komposisi mata uang (currency mix) yang digunakan dalam penerbitan utang.

"Jadi ini didukung oleh pelaksanaan prefunding, penguatan cash buffer, serta manajemen kas dan utang yang sustainable atau berkelanjutan," imbuh Thomas Djiwandono.