Sidang Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula: Ahli Beberkan Keuntungan Fiskal Impor Gula Kristal Putih
Dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) sebagai terdakwa, seorang ahli dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memaparkan analisisnya terkait keuntungan fiskal antara impor gula kristal putih (GKP) dan gula kristal mentah (GKM). Sofyan Manahara, ahli di bidang klasifikasi barang, dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Sofyan menjelaskan bahwa dari perspektif kepabeanan, importasi GKP memberikan keuntungan yang lebih besar bagi negara dibandingkan dengan GKM. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan tarif bea masuk yang signifikan antara kedua jenis gula tersebut. Menurutnya, tarif bea masuk untuk GKP lebih tinggi, yaitu Rp 790 per kilogram atau sekitar 10 persen jika menggunakan skema A3, sementara tarif untuk GKM hanya Rp 550 per kilogram atau 5 persen dengan skema yang sama. Perbedaan ini, menurut Sofyan, memberikan potensi penerimaan negara yang lebih besar jika importir langsung mengimpor GKP.
Lebih lanjut, Sofyan menyoroti bahwa fasilitas pembebasan bea masuk dapat diberikan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti dalam konteks uji coba pabrik atau pendirian pabrik baru. Namun, ia menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi pasca-importasi untuk memastikan bahwa skema pembebasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika ditemukan ketidaksesuaian, tindakan korektif dan penindakan yang sesuai harus diambil.
Menanggapi pertanyaan jaksa mengenai opsi impor yang lebih tepat ketika stok gula dalam negeri menipis, Sofyan berpendapat bahwa importasi langsung GKP akan lebih efektif dalam menjaga kestabilan pasokan. Ia beralasan bahwa proses pengolahan GKM menjadi GKP membutuhkan waktu, sehingga importasi GKP dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan gula di pasar.
Sofyan juga menjelaskan tujuan dari pengenaan bea masuk yang lebih tinggi untuk GKP, yaitu untuk melindungi petani tebu lokal. Dengan memberikan preferensi tarif pada GKM sebagai bahan baku, diharapkan petani tebu lokal dapat menjual hasil panen mereka untuk diolah menjadi GKP, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka dan menjaga keberlangsungan industri gula nasional.
Dalam persidangan tersebut, jaksa juga menggali informasi terkait dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas pembebasan bea masuk kepada tiga perusahaan gula. Sofyan menegaskan bahwa fasilitas tersebut harus diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diawasi secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Kasus dugaan korupsi impor gula ini sendiri menyeret Tom Lembong atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menyetujui impor gula tanpa melalui mekanisme rapat koordinasi yang seharusnya. Jaksa mendakwa Tom Lembong dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menduga perbuatan Tom Lembong telah merugikan negara sebesar Rp 578 miliar.