Membludaknya Wisatawan di Bromo: Impian Sunrise Terindah Berubah Jadi Lautan Manusia

Kawasan Gunung Bromo, yang terkenal dengan panorama matahari terbitnya yang memesona, kini harus menghadapi tantangan lonjakan pengunjung, terutama saat libur panjang. Pengalaman menyaksikan sunrise yang dijanjikan berubah menjadi perjuangan di tengah kerumunan.

Libur panjang Waisak baru-baru ini menjadi contoh nyata. Ribuan wisatawan dari berbagai penjuru Indonesia memadati kawasan Bromo. Antrean panjang kendaraan jip terlihat mengular di pintu masuk Cemorolawang, Desa Ngadisari, Probolinggo. Titik-titik populer seperti Kawah Bromo, Pasir Berbisik, Bukit Seruni Point, Lembah Watangan, dan Jembatan Kaca menjadi magnet utama, menarik perhatian wisatawan yang ingin mengabadikan momen.

Kemacetan parah juga terjadi di jalur menuju Penanjakan, lokasi favorit untuk menikmati sunrise. Barisan jip yang mengular hampir sepenuhnya menutup badan jalan, menyulitkan pergerakan. Situasi ini memaksa wisatawan untuk bersabar dan mengantre demi mencapai view point yang diinginkan.

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebenarnya telah menerapkan sistem kuota kunjungan, membatasi jumlah wisatawan menjadi 2.752 orang per hari. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi kepadatan dan menjaga kelestarian lingkungan.

"Kami terapkan kuota, sehari 2.752 wisatawan. Bayangkan kalau nggak ada pembatasan jumlah pengunjung," ujar Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani.

Septi menjelaskan bahwa antrean kendaraan, khususnya jip, sering terjadi di jalan menuju Penanjakan, terutama saat musim liburan. Daya tarik utama Bromo, yaitu sunrise, menjadi penyebab utama penumpukan wisatawan di satu waktu dan lokasi.

"Karena jumlah kunjungan (padat). Karena ke Bromo yang dilihat sunrise. Jadi pada satu waktu yang sama pengunjung berbondong-bondong, berkumpul pada view point," jelasnya.

Kondisi ini memaksa wisatawan untuk berbagi ruang dengan puluhan, bahkan ratusan orang lainnya, hanya untuk mendapatkan kesempatan berfoto dengan latar belakang matahari terbit dan keindahan Gunung Bromo. Pengalaman yang seharusnya intim dan menenangkan, berubah menjadi hiruk pikuk dan penuh perjuangan.